Berita

Mahfud MD/Net

Wawancara

WAWANCARA

Mahfud MD: Kembalikan Fungsi Kemenkumham Menjadi Dapur Perundang-undangan

KAMIS, 13 APRIL 2017 | 09:25 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Menteri Hukum, dan Perundang-undangan era Presiden KH Abdurrahman Wahid ini menilai, obesitas hukum terjadi lantaran masih adanya ego sek­toral dalam pemerintahan saat membuat peraturan. "Yang ini mau buat sendiri, yang ini mau buat sendiri. Jadi nggak sink­ron," ujar Mahfud.

Kini, menurut Mahfud, pelak­sanaan program diet hukum su­dah tak bisa ditawar-tawar lagi, agar negara ini bisa memberikan kepastian hukum di segala sektor kehidupan. Berikut penuturan lengkap Mahfud MD;

Sebenarnya seberapa pent­ing sih program diet hukum itu dijalankan oleh pemerin­tah saat ini?
Iya sudah perlu dilakukan karena sudah banyak regulasi yang tumpang tindih.

Iya sudah perlu dilakukan karena sudah banyak regulasi yang tumpang tindih.

Maksudnya tumpang tindih...
Reformasi yang tumpang tindih ke atas ke bawah, ke samping kanan dan kiri. Artinya sesama peraturan yang sejajar bertentangan, yang atas bawah juga bertentangan.

Tapi kondisi seperti itu tetap masih bisa kita benahi kan?
Itu agak sulit dibenahi kalau peraturan atas bawah. Karena satu peraturan itu hanya bisa diubah dengan satu peraturan itu juga. Reformasi regulasi itu berpikir, bahwa peraturan terkait dengan peraturan terkait, misalnya lima peraturan bisa diubah dengan satu peraturan. Namun kalau satu peraturan itu tidak akan ketemu terus. Itu yang sejajar.

Misalnya seperti apa...
Ya kayak Undang-Undang Perpajakan bertentangan dengan Undang-Undang Bea Cukai, Undang-Undang Agraria, itu prosedurnya. Selama ini kalau mengubah undang-undang han­ya satu saja, perpajakan diubah, nah kalau yang lain tidak diubah kan jadi susah. Harus satu-satu undang-undang sendiri. Untuk itu kita mencoba menawarkan formula yaitu reformasi regu­lasi.

Sejauh ini sektor mana saja yang sudah mengalami obesi­tas hukum?

Hampir semua sektor. Seperti begini, Presiden marah den­gan situasi dwelling time atau bongkar muat barang, kenapa sampai seminggu itu, kan ini bisa disederhanakan menjadi dua hari atau tiga hari agar segera. Dia bikin itu, setelah instruksi setelah melihat itu, lalu dwelling time menjadi sekitar dua atau tiga hari. Bea cukainya kan jalan, tapi dipermasalahkan pajak, nanti dulu, ini kan pajaknya aturannya lain lagi, terus ini imigrasi lain lagi aturannya. Maksudnya saya ada aturan-aturan yang setingkat, itu kan sering tidak sinkron.

Lantas langkah apa yang mesti dilakukan untuk meramp­ingkan postur hukum kita?
Kalau cuma diubah Undang-Undang Bea Cukai, Undang-Undang Pelabuhan, Undang-Undang Kepabeanan dan macam-macam itu harus diubah. Kalau hanya membuat satu-satu seperti cara lama seperti itu akan susah. Jadi perubahaan itu harus bersama-sama dan harus ada beberapa perubahan yang basic, terintegrasi ke dalam satu paket.

Untuk mengkonkretkan ide itu apa perlu pemerintah membentuk badan khusus un­tuk menangani perampingan regulasi ini?
Wah, nggak perlu. Kan kita su­dah ada. Kembalikan saja fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu sebagai dapur perundang-undangan, semua peraturan perundang-undangan dari pemerintah baik itu Perpres (Peraturan Presiden), Keppres (Keputusan Presiden) itu harus dari sana (KemenkumHAM) semua, sehingga disinkronisasi­kan dahulu.

Memang selama ini Kemenkum HAM tidak pernah melakukan sinkronisasi antarp­eraturan lagi seperti dulu?
Nah selama ini kan ada ego sek­toral, ini mau buat sendiri, yang ini mau buat sendiri. Jadi enggak sinkron. Dulu ingat pada zaman Pak Harto, zaman Bung Karno dan sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM itu namanya Kementerian Kehakiman, kar­ena dulu mengurusi promosi hakim dan sebagainya. Nah pada awal Orde Baru diubah men­jadi Kementerian Hukum dan Perundangan, Kemenkumdang. Maksudnya ialah agar hukum dan undang-undang itu serasi, lebih pada konseptual. Nah sekarang saya dengar Kemenkumham itu sudah ditinggalkan dalam mem­bahas itu, sehingga tidak sinkron. Kadangkala ego sektoralnya muncul, kalau antar menteri itu diundang untuk sinkronisasi yang diutus pejabag eselon dua, jadi tidak bisa mengambil kepu­tusan. Makanya sekarang diubah mekanismenya itu, karena supaya menjadi satu paket dan diko­mandoi Presiden dan bempernya Menkum HAM. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya