Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal membuka kembali proses penyidikan kasus dugaan korupsi dan penerimaan gratifikasi yang sebelumnya menjerat Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman.
Jurubicara KPK Febri Diansyah menjelaskan dibukanya proses penyidikan ini merupakan pertimbangan KPK setelah meminta pendapat sejumlah ahli pidana setelah dikabulkannya gugatan praperadilan Taufiqurrahman di Pengadilan Jakarta Selatan.
Menurut Febri, terdapat sejumlah rekomendasi dan tindaklanjut penanganan perkara Taufiq, salah satunya meningkatkan kembali staus Taufiqurrahman menjadi tersanga dengan bukti-bukti baru yang dipunya KPK.
"Dari aspek materi bukti kita yakin (meningkatkan status Taufiq)," ujar Febri saat dikonfirmasi, Selasa (14/3).
Febri menambahkan pendapat ahli hukum pidana juga menilai acuan hakim pada nota kesepahaman antara KPK, Kejaksaan Agung dan Polri pada 2012 tidak relevan. Sebab Pasal 29 dalam nota kesepahaman itu menyebutkan nota kesepahaman berlaku selama empat tahun sejak ditandatangani pada 29 Maret 2012.
Dengan demikian, sambung Febri, nota kesepahaman tersebut sudah tidak berlaku pada 29 Maret 2016. Diketahui, KPK mulai menyidik kasus yang menjerat Taufiqurahman pada November 2016.
"(Hasil diskusi dengan ahli) ada ketidaktepatan SKB MoU untuk perkara itu," ujar Febri.
Sebelumnya, hakim tunggal PN Jaksel, Wayan Karya dalam putusannya menyatakan, KPK tidak berwenang menangani kasus dugaan korupsi dan gratifikasi yang menjerat Taufiqurahman lantaran perkara tersebut telah ditangani Kejaksaan Agung.
Hal tersebut mengacu pada Memorandum of Understanding (MoU) antara KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri pada 2012 lalu.
Dalam MoU itu disebutkan, jika di antara ketiga lembaga menangani perkara yang sama, maka instansi yang terlebih dahulu mengerluarkan surat perintah penyelidikan merupakan instansi yang berhak menangani perkara tersebut.
Dalam pertimbangannya, Hakim Wayan menyatakan bahwa Taufiq sebelumnya sudah disidik Kejaksaan Agung (Kejagung). Hakim sepakat dengan pemohon bahwa kasus itu bukan pelimpahan Kejagung.
Dalam menangani kasus ini, hakim Wayan tak menampik adanya gelar perkara bersama antara Kejagung dan KPK. Akan tetapi Kejagung lebih dahulu menerbitkan sprindik. Sebab itu, Hakim Wayan memerintahkan KPK menyerahkan berkas dan penanganan kasus itu kepada Kejagung.
Keputusan tersebut membuat Taufiq lolos dari jeratan tersangka KPK dalam kasus dugaan korupsi dan penerimaan gratifikasi.
[rus]