Para akademisi di Jawa Timur mempertanyakan kesungguhan pemerintah dalam pengelolaan minyak bumi dan gas yang dalam pasal 33 UUD 1945 diamanatkan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Kasus pencopotan dirut dan wadirut Pertamina pada Januari lalu menjelaskan bahwa BUMN tersebut tidak terlepas dari kelompok-kelompok kepentingan atau mafia migas. Karena itu, sangat berbahaya jika Pertamina menjadi holding company untuk perusahaan-perusahaan energi milik pemerintah, seperti yang sekarang sudah berproses.
Universitas Brawijaya memelopori ide 'Jawa Timur Menggugat' dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang bertema 'Migas Untuk Rakyat?'. FGD yang berlangsung di Gedung Utama FEB Unibraw (Senin, 20/2), dikemas dalam bentuk diskusi buku Sistem Ekonomi Indonesia karya Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universtias Brawijaya Prof DR Munawar Ismail, DR Dwi Budi Santosa, dan Prof Erani Yustika.
Turut hadir dalam diskusi Prof DR M Saleh (Universitas Negeri Jember), DR IR Muhammad Taufik (Universitas Teknologi Sepuluh November, Surabaya), DR Ahmad Jalaluddin (UIN Malang) dan DR Sutikno (Universitas Trunojoyo).
"Kami mengundang para ketua Jurusan, profesor dan doktor dari berbagai perguruan tinggi. Mereka kami ajak untuk berdiskusi tentang masa depan migas Indonesia dan sekaligus manfaat langsung yang harus diterima oleh rakyat, sebagaimana diamanatkan oleh pasal 33 UUD 1945," jelas Prof DR Munawar Ismail.
Bagi Munawar, Indonesia berhadapan dengan sekelompok kepentingan yang ternyata bukan dikehendaki negara ataupun rakyat. Peristiwa pencopotan direksi Pertamina secara bersamaan merupakan bukti nyata dari adanya kepentingan besar non negara dan rakyat yang terjadi di Pertamina. Dan kasus campur tangan non negara dan rakyat tidak hanya terjadi kali ini saja.
"Kemakmuran rakyat ternyata dicuri oleh kelompok kepentingan. Bagaimana mungkin 70 tahun merdeka, migas atau energi Indonesia yang begitu kaya tidak mampu menyejahterakan rakyatnya. Migas kita sudah banyak dicuri dengan cara yang sangat halus. Malaysia yang dulu belajar migas dari Indonesia sekarang posisinya terbalik. Singapura yang tidak memiliki sumur-sumur migas ternyata mampu menjadi pengekspor," bebernya.
Karena itu, Guru Besar Unibraw tersebut menegaskan bahwa sudah saatnya rakyat menggugat. Rakyat Jawa Timur melalui akademisi mulai menggugat kepada pemerintah dan Pertamina. Berharap bahwa langkah Unibraw dengan meluncurkan semangat 'Jawa Timur Menggugat' dan mempertanyakan migas untuk rakyat akan diikuti perguruan-perguruan tinggi lain. Gerakan akademisi Jawa Timur ini merupakan lampu merah bagi Pertamina dan jajarannya.
"Jawa Timur mengawali gugatan karena Jawa Timur adalah cikal bakalnya NKRI. Dimulai dari berbagai kerajaan besar yang ada di sini termasuk Majapahit serta tempat para pahlawan kemerdekaan berasal. Adalah Jawa Timur prihatin jika 70 tahun merdeka rakyat belum makmur dan sejahtera," demikian Munawar.
[wah]