KITA telah masuk pada pertarungan Pilkada DKI sebenarnya. Di mana masuknya paslon Anies-Sandi melawan paslon Ahok-Djarot terjadi pertarungan head to head.
Konsolidasi kekuatan rakyat yang berada pada garis Kerakyatan, Islam, Nasionalis (KINAS) di luar kekuasaan Kongsi MEJA (Mega-Jokowi-Ahok) harus mampu menjadi kekuatan alternatif untuk menangkan rakyat Jakarta, baik secara prosedural maupun radikal.
Ini pertarungan besar, karena polarisasi dua kekuatan, yaitu KINAS versus Kongsi MEJA (yang merupakan reinkarnasi Nasakom dalam jaket politiknya, namun sebenarnya konglomeratik Chinaisasi dalam praktiknya) merupakan pertarungan berat. Dan menjadi pertarungan politik nasional, bahkan internasional.
Prinsipnya justru kekuatan KINAS lebih nasionalis, merakyat, dan agamis dengan Islam sebagai garis kekuatan tauhid saat ini. Sehingga kekuatan ini menjadi manifestasi Pancasila sebenarnya, meski seringkali dicap sebagai Nasionalis Kanan oleh Kongsi MEJA dan para cukongnya yang banyak mengembangkan usaha-usaha maksiat ilegal di Jakarta.
Sementara dalam struktur formalnya, kekuatan KINAS terelasi pada dua partai pengusung Anies-Sandi. Yaitu Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Beratnya pertarungan ini sebenarnya bukan dalam persoalan bangunan kekuatan formal dan informalnya. Karena kita telah melihat kekuatan Ahok-Djarot tidak mampu mengimbangi dua paslon lawannya saat disatukan menjadi head to head di putaran kedua nanti. Terbukti dengan suara riil rakyat Jakarta 57 persen menghendaki gubernur baru.
Hanya saja Ahok-Djarot dengan Kongsi MEJA saat ini memiliki kapital dan kekuasaan formal. Yaitu dukungan dari para kelompok taipan maling BLBI, Partai Komunis China dan kekuasaan presiden.
Mereka akan mampu memanipulasi, membeli suara bahkan melakukan tindakan represi dengan berpegang pada hukum-hukum kekuasaan sesuai kehendaknya sendiri.
Akan tetapi dalam hukum politik dimanapun berada terdapat sebuah ketetapan tidak tertulis. Yaitu ketika kaum oligarki dengan kekuasaan politik, kapital dan aparat hukumnya hanya menjalankan kekuasaan untuk kepentingan kelompok dan relasi produksinya sendiri, maka kekuatan rakyatlah yang akan memenangkan pertarungan.
Selain itu, kekuatan rakyat juga telah terkonsolidasi. Jika Kongsi MEJA terbukti melakukan kecurangan dengan kekuasaannya secara terang-terangan dan menggunakan aparat keamanan untuk mengintimidasi kita (vulgar display of power), maka kekuatan rakyat KINAS (Kerakyatan, Islam, Nasionalis) juga mampu melalukan people power atau revolusi sebagai kekuatan legal konstitusionalnya.
Hari ini rakyat mulai dianugerahi Tuhan kekuatan, sehingga dalam waktu tidak lama lagi, kita berharap rakyat benar-benar memiliki negaranya.
[***]Yudi Syamhudi SuyutiPenulis adalah Ketua Panitia Pembentukan Dewan Nasional (PPDN) sekaligus Ketua Jas Rakyat