Pemerintah diminta serius menangani kerusakan lingkungan yang terjadi di dataran tinggi Desa Wamsait, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Maluku. Kawasan yang kini dikenal dengan sebutan Gunung Botak itu sebelumnya banyak ditumbuhi tanaman kayu putih yang menjadi kebanggaan. Selain juga dipenuhi pohon sagu yang menjadi makanan pokok masyarakat setempat.
Beberapa tahun terakhir, ratusan pohon sagu mengering dan mati. Bukan tanpa sebab, tanah yang menjadi tempat pohon-pohon itu tumbuh tercemar racun sianida dan merkuri yang digunakan para penambang liar untuk memisahkan emas. Penambang liar menggunakan berbagai alat mengeruk perut Gunung Botak lalu membuat bak-bak penampungan di sepanjang sungai, kemudian mencampurkan sianida dan merkuri untuk memisahkan emas dan kotoran.
Bidang Pengendalian Penyakit dan Krisis Kesehatan Dinas Kesehatan Maluku mencatat bahwa temuan merkuri yang melebihi ambang batas di sejumlah lokasi di Gunung Botak, seperti Teluk Kayeli, tempat pemandian umum Anahoni, serta sumur bor di Desa Wamsait dan Desa Kayeli. Tahun 2014 menjadi puncak penyerbuan penambang emas ilegal di Gunung Botak yang diperkirakan jumlahnya mencapai 60 ribu orang.
Gunung Botak yang juga dikenal sebagai Lea Bumi atau berarti pijakan pertama para leluhur itu pun merana. Bukan hanya emasnya dikeruk tanpa izin tetapi juga terpapar racun berbahaya. Ketika Presiden Joko Widodo datang ke Pulau Buru untuk melakukan penanaman perdana satu juta hektar jagung dan padi tahun lalu telah memerintahkan dengan tegas agar tambang tanpa izin segera ditutup.
Sejumlah upaya menyisir dan mengeluarkan para penambang liar dilakukan berulang kali. Bukan hanya kepolisian tetapi juga melibatkan TNI dan Satpol PP. Namun, usai penyisiran, para penambang liar kembali datang.
"Lebih dari 23 kali penyisiran tetapi selalu saja para penambang liar itu kembali datang," ujar Kasie Pengawasan Konservasi Dinas ESDM Provinsi Maluku Helen Heumasse dalam keterangannya, Senin (30/1).
Kerusakan lingkungan Gunung Botak dan langkah normalisasi bukan hanya persoalan di tingkat daerah. Kemenko Bidang Polhukam pada 24 Januari lalu menggelar rapat koordinasi dengan jajaran Polri, TNI, Pemprov Maluku, Kementerian ESDM, dan juga kejaksaan.
Pertemuan menetapkan empat rekomendasi. Pertama, Pemprov Maluku akan kembali mengajukan surat permohonan pengamanan fisik areal bekas tambang ilegal di Gunung Botak dan Gegrea kepada Kapolda Maluku dan Pangdam Pattimura dengan tembusan ditujukan kepada Menko Polhukam, Kapolri dan Panglima TNI.
Forum juga sepakat agar Kemenko Polhukam membuat surat rekomendasi kembali kepada Kapolri dan Panglima TNI berkaitan dengan pengamanan areal bekas tambang ilegal di kawasan tersebut. Lalu tim kajian penataan Gunung Botak dan Geogrea agar melanjutkan evaluasi dalam rangka penataan dan pemulihan areal bekas tambang ilegal.
"Rekomendasi terakhir diperintahkan agar tim terpadu Pemprov Maluku agar tetap melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur tentang tim terpadu untuk melakukan tindakan pre emtif, preventif, dan represif serta pembinaan kepada masyarakat di sekitar lokasi," jelas Helen.
Sementara itu, Gubernur Maluku Said Assegaff mengungkapkan aktivitas penambangan emas yang dilakukan masyarakat di kawasan Gunung Botak tidak bisa ditutup begitu saja. Dia memastikan bahwa saat ini ada penambang ilegal yang sengaja melakukan aktivitas penambangan dengan menggunakan bahan berbahaya.
"Yang saya minta jangan menggunakan sianida dan merkuri karena itu akan merusak lingkungan. Kalau tetap menggunakan itu saya usir," tegasnya pada Kamis lalu (26/1).
[wah]