Berita

Herman Khaeron

Hukum

Komisi IV: Ada Kepentingan Bisnis Di Balik Uji Materiil UU 41/2014

JUMAT, 27 JANUARI 2017 | 15:51 WIB | LAPORAN:

Judicial review UU 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) berujung penangkapan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar, karena dugaan menerima uang suap.

Namun, polemik UU PKH tak sampai di sana, karena kini terendus pula kepentingan terselubung di balik pengujian UU tersebut.

Wakil Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron, mengungkapkan dugaan kepentingan bisnis yang terganggu oleh UU tersebut. Mereka mencoba mempertahankan kepentingannya lewat uji materiil di Mahkamah Konstitusi. Padahal, menurut Herman, tujuan UU itu adalah menciptakan swasembada pangan dan berdasar tugas pemerintah melindungi rakyat.


"Dalam UU sebelumnya atau UU 18 Tahun 2009, aturan impor itu memakai zone based dan country based. UU ini kemudian digugat, terutama terkait aturan zone based yang kemudian dibatalkan MK. Tapi kemudian UU itu diubah lagi dengan UU 41/2014 dan di dalamnya kemudian dimasukan soal zone based hanya untuk ruminansia (hewan berkaki empat ) indukan," ujar Herman, di gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (27/1).

Zone based merupakan aturan yang menyatakan negara bisa mengimpor daging atau hewan ternak dari negara yang belum sepenuhnya bebas penyakit mulut dan kuku pada hewan. Aturan ini menggantikan aturan sebelumnya yang merupakan country based.

Zone based dimasukkan karena ada pengalaman dengan negara-negara country based seperti Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat yang memiliki kewajiban untuk mengirimkan indukan dalam persentase tertentu dari jumlah ternak yang mereka kirimkan ke Indonesia, tetapi indukan yang dikirim sengaja dirusak.

"Faktanya, selama ini indukan yang dikirim selalu dirusak sehingga tidak bisa diternak di Indonesia. Tidak ada gunanya dan sulit mencapai swasembada kalau kita diberi indukan yang tidak produktif, dirusak alat kelaminnya," jelas Herman.

Akhirnya, dalam revisi UU dimasukkan syarat-syarat yang memang seolah membuat zone based dikembalikan. Padahal zone based yang diterapkan dalam UU baru disertai proses karantina dan hanya boleh dilakukan dalam kondisi tertentu. Kalau dipahami dengan baik dengan pertimbangan melindungi rakyat, kata Herman, seharusnya tidak perlu ada pihak yang melakukan judicial review UU 41/2014.

"Dalam UU 41/2014, hewan tersebut harus mendapat sertifikat bebas PMK. Selain itu pemerintah harus juga menyediakan pulau untuk karantina sebelum bisa dikembangbiakkan di peternakan dan hanya bisa dilakukan dalam kondisi tertentu," imbuhnya.

Karena pemerintah sampai saat ini juga tidak menyediakan pulau khusus untuk karantina, maka impor sapi indukan menurut aturan UU yang baru tidak bisa dilakukan.

”Jadi saya lihat ada kepentingan lain karena selama ini impor sapi berdasarkan country based ya orangnya itu-itu saja. Kalau kita tergantung pada country based maka ketika ada krisis pangan misalnya,dan negara-negara itu tidak bisa mengirim ternak ke Indonesia,  kita juga tidak bisa impor selain dari negara-negara tersebut," terangnya.

Meski setiap warga negara berhak mengajukan judicial review, tapi Herman melihat dugaan kepentingan bisnis segelintir orang di balik uji materiil UU PKH dan banyak UU lain.

"UU ini tidak mengikutsertakan petani biasa untuk membayar sewa lahan milik negara, tapi kepada petani pengusaha saja. Ini kan wajar dan memang seharusnya, tapi itu pun dibatalkan MK. Yang untung ya petani pengusaha. Saya sendiri sempat  jadi saksi ahli dan beberapa kali menjelaskan, tapi MK memutuskan lain,” jelasnya.

Dalam website Mahkamah Konstitusi (http://www.mahkamahkonstitusi.go.id), uji materiil UU 41/2014 diregistasi pada 29 Oktober 2015 dengan nomor perkara 129/PUU-XIII/2015. Dan pihak yang memohon adalah Dewan Peternak Rakyat Nasional.

Para pemohon beralasan bahwa pemberlakuan aturan impor daging berbasis zona tersebut mengancam kesehatan ternak, menjadikan impor daging segar sangat bebas sehingga mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedia daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati. [ald]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya