Berita

Hukum

Jangan Heran Kalau Patrialis Akbar Terlibat Korupsi

KAMIS, 26 JANUARI 2017 | 17:07 WIB | LAPORAN:

Penangkapan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki dampak serius dan dampak ikutan pada produk kerja lembaga penjaga konstitusi itu.

Apalagi, penangkapan terhadap Patrialis merupakan prahara kedua di lembaga terhormat itu setelah sebelumnya Ketua MK, Akil Mochtar, diciduk KPK pada 2013.

Begitu dikatakan Direktur Riset Setara Institute, Ismail Hasani, kepada wartawan, Kamis (26/1). Dia menjelaskan bahwa Hakim MK adalah pejabat negara kelas negarawan, yang seharusnya tidak memiliki kepentingan apapun dalam bekerja kecuali mengawal konstitusi dan menjaga paham konstitusionalisme.


Namun, Ismail mengatakan, rekam jejak Patrialis Akbar dan proses pencalonannya menjadi hakim MK pada Juli 2013 akan membuat banyak pihak tidak terkejut dengan peristiwa yang saat ini menimpa mantan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu. Proses seleksinya pun dipersoalkan oleh organisasi masyarakat sipil, hingga berujung ke pengadilan tata usaha negara.

"Patrialis menjadi hakim MK tanpa proses seleksi yang wajar, karena hanya ditunjuk oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tanpa mempertimbangkan kualifikasi yang ditetapkan UU, setelah tergeser dari kursi Menteri Hukum dan HAM," jelas Ismail.

Ismail menambahkan, praktik suap yang diduga ditukar dengan putusan Hakim Konstitusi memiliki daya rusak lebih serius dibanding suap ke pejabat negara pada umumnya.  Sebab, kewenangan MK memutus konstitusionalitas sebuah norma dalam UU, yang merupakan produk kerja DPR dan Presiden, adalah kewenangan yang sangat besar dan memiliki daya ikat luar biasa.

"Putusan MK adalah erga omnes, berlaku bagi semua orang, meski sebuah norma UU hanya dipersoalkan oleh satu orang. Putusan MK juga, jika sebuah permohonan judicial review dikabulkan, berarti membatalkan produk kerja 550 anggota DPR dan presiden yang bersifat final and bindin," terang Ismail.

Atas dasar kewenangannya yang sangat besar, maka dugaan memperdagangkan putusan memiliki daya rusak luar biasa yang bisa mendelegitimasi banyak putusan MK dan kelembagaan MK.

Setara Institute meminta KPK menelisik lebih dalam potensi keterlibatan hakim lain dan staf di Kesekjenan MK, karena biasanya perkara korupsi tidak hanya melibatkan aktor tunggal.  Selain itu  Dewan Etik MK harus mengambil tindakan terhadap Patrialis Akbar sesuai mekanisme kerja Dewan Etik MK, sehingga memudahkan kerja KPK.

Berkaitan dengan agenda revisi UU MK,  Ismail mengatakan, DPR dan Presiden perlu mengkaji dan mengatur lebih detail penguatan kelembagaan MK, khususnya perihal pengisian jabatan Hakim MK, pengawasan, standar calon hakim, termasuk menyusun regulasi perihal manajemen peradilan MK yang kontributif pada pencegahan praktik korupsi. [ald]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya