Berita

Foto/Net

Bisnis

Eropa Mau Perketat Impor, Ekspor RI Terancam Susut

Kewalahan Hadapi Serbuan Produk Murah China
RABU, 11 JANUARI 2017 | 09:14 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Belum adanya kepastian perekonomian dunia pasca terpilihnya Donald Trump seabagai Presiden Amerika Serikat, perdagangan dunia menghadapi tantangan baru. Uni Eropa berencana memperketat impor akibat serbuan produk murah China. Dampaknya, ekspor Indonesia ke Benua Biru terancam terkena imbasnya.
 
Pengetatan impor kemungkinan akan diterapkan seiring Parlemen Eropa dan European Council menyetujui proposal modernisasi kebijakan trade remedy pada akhir 2016.

"Pemerintah mewaspadai ha­sil persetujuan parlemen Eropa. Penerapan modernisasi trade remedy ini bisa menghambat laju ekspor Indonesia ke Uni Eropa," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemente­rian Perdagangan (Kemendag) Dody Edward di Jakarta, ke­marin.


Trade remedy adalah suatu instrumen yang dapat diambil dan digunakan secara sah dan diatur dalam perdagangan dunia, untuk melindungi indus­tri dalam negeri dari kerugian serius akibat praktik dagang yang tidak adil atau adanya lonjakan impor dan perkem­bangan tidak terduga.

Proposal trade remedy dilatar­belakangi makin tingginya ser­buan produk-produk murah asal China. Akibatnya, industri do­mestik Uni Eropa kalah bersaing dan gulung tikar. Uni Eropa juga secara khusus mengacu kepada Amerika Serikat (AS) yang te­lah menerapkan praktik serupa dalam aturannya.

Dody mengungkapkan, Komisi Uni Eropa akan mengambil sejumlah kebijakan. Antara lain akan menghapus aturan lesser duty. Aturan lesser duty me­mungkinkan pengenaan tingkat bea masuk antidumping dengan besaran (level) yang lebih ke­cil dari margin dumping yang ada, sepanjang besaran tersebut dianggap proporsional untuk memulihkan kerugian industri domestik sebagai akibat impor produk dumping.

"Aturan lesser duty dihilangkan terutama untuk meng­hadang impor dari negara yang dianggap memiliki particular market situation yang mendis­torsi harga bahan baku. Negara berkembang seperti Indonesia perlu berhati-hati dan mengan­tisipasi seandainya Indonesia dianggap memiliki particular market situation. Uni Eropa akan menerapkan metode baru dalam menghitung besaran dumping," tuturnya.

Namun demikian, Dody mengimbau eksportir tetap optimistis dan berharap proposal tersebut tidak jadi berlaku.

"Kami akan mensosialisasikan rencana tersebut kepada eksportir Indonesia tujuan Uni Eropa dan bersama-sama den­gan stakeholders guna melaku­kan advokasi secara optimal kepada para eksportir Indonesia yang terkena tuduhan sasaran kebijakan trade remedy," terang Dody.

Direktur Pengamanan Per­dagangan Kemendag Pradnya­wati mengungkapkan, produk unggulan Indonesia sebenarnya telah dirugikan oleh aturan serupa yang lebih dahulu di­lakukan AS. Salah satunya untuk produk kertas.

"AS menganggap Pemerintah Indonesia memberikan subsidi melalui kebijakan kehutanan Indonesia dan larangan ekspor kayu bulat (log) yang berkon­tribusi menekan harga kayu sebagai bahan baku kertas. Hal ini membuat Otoritas AS menen­tukan besaran dumping meng­gunakan harga kayu di negara lain sebagai pembanding yang notabene harganya jauh lebih tinggi," urai Pradnyawati.

Waspadai Ledakan Impor

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hari­yadi Sukamdani meminta pe­merintah di dalam melakukan antisipasi tidak hanya fokus pada sektor ekspor, namun juga impor. Pemerintah, katanya, harus mengantisipasi kemung­kinan Indonesia menjadi sasaran China.

"Bukan hanya ekspor kita yang terganggu. Kalau ba­rang China ke Uni Eropa dito­lak masuk, pasti mereka akan mencari emerging market atau pasar baru. Nah, kita itu akan jadi sasaran empuk bila tidak mengantisipasi secara serius. Barang China akan menyerbu pasar Indonesia," kata Hari­yadi kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dia menuturkan, antisipasi yang harus dilakukan pemerintah ada dua. Pertama, menerapkan kebijakan serupa dengan apa yang dilakukan Uni Eropa. Kedua, mencari pasar baru untuk ekspor produk Indonesia.

"Indonesia harus seimbang menerapkan kebijakan. Jangan kita membuka pintu negara dengan lebar. Sementara di sisi lain negara lain menerapkan se­jumlah aturan dan mempersulit produk dari Indonesia untuk masuk ke pasar negara lain," ingat Hariyadi.

Hariyadi menyebut, kawasan Asia Tenggara memiliki potensi besar untuk digarap menjadi pasar produk-produk Indonesia yang saat ini belum digarap secara serius. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya