Tepat di akhir tahun 2016, total produksi garam konsumsi nasional tercatat hanya mencapai137.600 ton atau 4,6 persen dari target 3 juta ton. Pemerintah di tahun 2017 bahkan menambahkan target menjadi 3,2 juta ton.
Terkait hal itu, pengamat ekonomi asal Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengatakan, masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah faktor cuaca sehingga produksi garam konsumsi nasional tak memenuhi target. Menurut dia, tak ada yang bisa melawan alam.
"Curah hujan yang tinggi penyebab utamanya. Dan alam tak ada yang bisa melawan," ucap Faisal saat dihubungi wartawan, Selasa (10/1)
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Brahmantya Setyamurti Poerwadi, mengatakan, target di tahun 2016 tidak teralisasi lantaran terjadi musim kemarau basah. Alhasil garam rakyat tidak maksimal produksinya.
"2016 itu musim kemarau basah. Sehingga garam rakyat tidak maksimal produksinya. Memang faktor cuaca, pas kemarau justru malah basah (hujan)," kata Brahmantya.
Walaupun sempat ada rencana, menggunakan rumah prisma, tentu saja pembuatannya masih membutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Kalau pakai rumah prisma bisa. Tapi ada cost tambahan yang harus dikeluarkan," jelas Brahmantya.
Karena itu, pihaknya tengah berupaya mengatasi masalah tersebut. Salah satunya, melalui program Pengembangan Garam Rakyat (Pugar), kemudian intervensi pembuatan gudang garam nasional dan koperasi. Hal ini dilakukan agar para penambak bisa memenuhi kebutuhan tahunan.
"Kalau ada koperasi bisa menyimpan garam di gudang garam nasional dan melalui resi gudang, bisa mendapatkan fasilitas tunda bayar untuk modal petambak garam melakukan produki secara continue," demikian Brahmantya. [zul]