Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya untuk melakukan terobosan baru guna membangkitkan kembali industri tekstil di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Jokowi saat memimpin rapat terbatas dengan sejumlah menteri Kabinet Kerja terkait tata niaga tekstil dan produk tekstil pada 6 Desember 2016 lalu. Salah satu menteri yang menghadiri ratas adalah Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Menurut Jokowi, industri tekstil merupakan industri padat karya yang mampu menyerap banyak sumber daya manusia (SDM) bahkan menciptakan lapangan kerja baru di sektor distribusi perdagangan.
Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan yang melanda industri tekstil perlu adanya langkah-langkah strategis yang bisa mengembalikan produk tekstil dalam negeri agar lebih baik lagi. Misalnya, adanya kerja sama yang baik antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Industri Tekstil dan Aneka Achmad Sigit Dwiwahjono juga mengungkapkan bahwa yang menjadi masalah penghambat pertumbuhan tekstil saat ini ialah impor yang terus meningkat. Achmad mengatakan, sejauh ini impor di industri tekstil jenis kain sudah mencapai 35 persen.
"Di tekstil banyak impor, impor kain naik 35 persen. Pakaian jadi juga banyak yang impor ilegal," kata Achmad kepada wartawan di Jakarta, Jumat (6/1).
Achmad menambahkan, jika impor-impor tersebut dapat tertangani. Maka otomatis pertumbuhan industri tekstil juga akan membaik. Dia juga mengakui bahwa ada beberapa jenis kain yang belum bisa diproduksi oleh masyarakat Indonesia, terutama kain untuk produksi kaos olah raga.
"Kalau tekstil ada beberapa jenis kain yang kita belum bisa produksi. Terutama kain untuk olah raga yang bagus-bagus itu," jelasnya.
Kendati demikian, Achmad juga mengimbau agar masyarakat Indonesia tetap menggunakan produk dalam negeri sebagai dukungan untuk pertumbuhan industri tekstil.
"Ya kalau yang tidak bisa kita produksi tidak apa-apa impor. Tapi harusnya yang lain-lain ya bisa menggunakan produk lokal saja," sambungnya.
Terakhir, Achmad menambahkan, saat ini yang berwenang untuk urusan importasi adalah Kementerian Perdagangan. Berbeda dengan dulu, importasi kain perlu rekomendasi dari Kementerian Perindustrian yang bertugas untuk memverifikasi apakah importir produsennya sesuai kapasitas industri atau tidak.
"Importasi itu kan berkaitan dengan importir produsen. Kalau importir produsen sudah pasti dikaitkan dengan kapasitas industrinya. Nah, yang bisa memverifikasi hal itu kan Kemenperin karena yang sudah tahu ukurannya," ujar Achmad.
Meski impor tekstil saat ini tidak terkendali karena tidak ada tolak ukur dari Kemendag, namun Achmad menegaskan akan melaksanakan instruksi presiden untuk bekerja sama antara Kemenperin dan Kemendag. Agar mampu mengontrol perilaku impor tekstil ini sehingga mencegah banyaknya impor dalam industri tekstil.
[wah]