Sri Mulyani Indrawati/Net
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungÂkapkan, saat ini kemiskinan di Indonesia tercatat 10,9 persen dari populasi. Pemerintah meÂnargetkan angka kemiskinan terus menurun.
"Kita targetkan masuk pada single digit. Ini menjadi tanÂtangan sendiri bagi IndoneÂsia," kata Sri Mulyani saat memberikan kuliah umum kepada mahasiswa UniversiÂtas Syiah Kuala (Unsyiah) di AAC Dayan Dawood, Banda Aceh, kemarin.
Ani-panggilan akrab Sri Mulyani menuturkan, usaÂha untuk menekan angka kemiskinan bagi masyarakat hingga masuk pada angka sembilan persen sudah diÂlakukan sejak pemerintah Orde Baru. Menurutnya, kini penurunan angka kemiskinan di Indonesia semakin baik. Selama 10 tahun terakhir, angka kemiskinan terus menuÂrun. Pada tahun 2007, angka kemiskinan di Indonesia semÂpat di angka 17 persen.
Namun demikian, Ani menerangkan, menurunkan kemiskinan di bawah 10 persen bukan perkara mudah. Karena, karakter kemiskinan semakin rumit dan dalam. Yang harus diwaspadai jika kemiskinan masih berada di atas 10 persen. Karena, hal tersebut mengindikasiÂkan terjadi ketimpangan antara kelompok pendapatan masyarakat.
"Mereka yang memiliki pendapatan sangat tinggi, dan menguasai akses negara yang begitu banyak, berbanding dengan mayoritas masyarakat Indonesia, yang bahkan tidak memiliki aset. Ketimpangan ini menjadi momok bagi sejumlah negara bagi pemÂbangunan," katanya.
Dua hari lalu, Presiden Jokowi meminta jajaranÂnya pada tahun ini dan 2018 fokus untuk mengurangi kesÂenjangan dan ketimpangan ekonomi secara nasional. Pasalnya, saat ini indeks gini rasio Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 0,397.
"Kita harus kerja keras mati-matian dalam rangka menurunkan angka kesenjanÂgan kita," kata Jokowi.
Tak hanya kesenjangan antara si kaya dan si misÂkin, Jokowi meminta agar pemerintah juga fokus pada kesenjangan antar wilayah. Diharapkan, hal ini mampu untuk memperkecil indeks gini rasio di Indonesia.
Sementara itu, Kepala BiÂdang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Iistimewa Yogyakarta (DIY), Soman Wisnu Dharma meÂlaporkan terjadi peningkatan kemiskinan di Kota Gudeg. Berdasarkan data terakhir yang tercatat BPS. Pada SepÂtember 2016, jumlah warga miskin di DIY ada sekitar 488.830 jiwa. Jumlah terseÂbut lebih banyak dibandÂing periode September 2015 yakni 485.560 jiwa. "Setahun terjadi peningkatan 3.270 orang," ungkap Soman.
BPS mensinyalir kenaikan kemiskinan dipicu penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga pangan. BPS mengukur kemiskinan juga berdasarkan pada kebutuhan dasar. Nilai kebutuhan dasar minimum digambarkan dengan garis kemiskinan (GK) yaitu batas minimum pengeluaran per kapita per bulan untuk meÂmenuhi kebutuhan makanan dan non-makanan yang akan memisahkan seseorang tergoÂlong miskin atau tidak.
Dari analisa yang dilakukan BPS, ternyata lima komodiÂtas makanan memberikan kontribusi kemiskinan di perkotaan. Masing-masing beras, daging sapi, rokok filter, kue basah, dan telur ayam ras. Sementara di pedesaan adalah beras, rokok kretek filter, dagÂing sapi, telur ayam ras, dan bawang merah.
Komoditas non-makanan yang berpengaruh dan memÂberikan sumbangan besar pada garis kemiskinan di perkotaan atau pun pedesaan yaitu perumahan, bensin, pendidikan, dan listrik. KoÂmoditas lain yang termasuk dalam lima besar di pedesaan adalah kayu bakar, sedangÂkan di perkotaan biaya kesehatan. ***