Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong Unit 4 milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah setahun mengalami kerusakan.
Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mempertanyakan keseriusan dan komitmen PLN di bidang panas bumi.
"Sangat disayangkan hal itu terjadi. Komitmen PLN di geothermal sangat dipertanyakan,†kata dia di Jakarta, Rabu (4/1).
Surya menegaskan, kerusakan di Lahendong Unit 4 merupakan bukti bahwa berkali-kali PLN melakukan kesalahan yang sama. Sebab, pada beberapa pembangkit termasuk juga WKP yang mereka tangani, kondisinya juga tidak jauh berbeda dan bahkan ada yang lebih parah.
"Ini mengulangi kasus yang terjadi di Kamojang 1. Kamojang 1 sampai sekarang belum berfungsi. Karena pembangkit tidak selesai, maka Pertamina tidak bisa menjual uap. Ini kan sangat mengkhawatirkan,†kata Surya.
Dia menjelaskan, selain Kamojang, lapangan-lapangan lain yang ditangani PLN juga kondisinya sangat memprihatinkan. Tulehu misalnya, tidak berjalan seperti diharapkan.
"Begitu juga Mataloko yang kembang kempis, Ulumbu yang tidak terlalu menggembirakan, termasuk pembangkit-pembangkit yang dimiliki PLN yang juga sangat memprihatinkan,†lanjut dia.
Dalam konteks itulah Surya mempertanyakan sikap pemerintah, yang bersikukuh terhadap pengambilalihan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) oleh PLN. Apalagi, dalam upaya tersebut, Direktur Utama PLN Sofyan Basir selalu menyatakan bahwa PLN komit terhadap pemanfaatan panas bumi.
"Dilihat dari berbagai rekam jejak PLN itu, maka rencana pengambilalihan tersebut sangat tidak realsitis. Pertanyaan juga harus ditujukan kepada pemerintah, apakah mereka mempercepat atau memperlambat pemanfaatan panas bumi?†lanjut Surya.
Sebagaimana diketahui, kondisi PLTP Lahendong Unit 4 dengan kapasitas 20 MW memang memprihatinkan. Sudah sekitar satu tahun tersebut rusak dan tak kunjung beroperasi.
Pengamat energi Berry Nahdian Furqon juga menyayangkan sikap PLN yang membiarkan Lahendong Unit 4 rusak. Pasalnya, pembiaran tersebut juga menciderai komitmen Presiden Jokowi bahwa Indonesia akan turut berkontribusi pada pengurangan gas emisi. Yang antara lain, dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan energi baru dan terbarukan.
"Patut saja kalau komitmennya dipertanyakan, untuk mendukung Indonesia dalam meningkatkan penggunaan energi baru dan terbarukan yang ramah lingkungan,†kata Berry yang juga mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Itulah sebabnya, Berry juga meminta PLN menjelaskan, mengenai alasan mereka membiarkan kerusakan Lahendong 4, apalagi sampai berlangsung selama satu tahun. Transparansi diperlukan, agar publik mengetahui penyebab kerusakan dan kendala apa yang membuat PLN tidak melakukan perbaikan. "Perlu dicek apa saja yang menjadi kewajiban PLN dalam kasus ini. Publik bisa menuntut PLN karena seharusnya mereka memaksimalkan pembangkit,†kata Berry.
Dalam kaitan itu pula, Berry mendesak agar pemerintah mengevaluasi kinerja PLN. Pasalnya, kelalaian PLN bukan hanya pada penggunaan panas bumi, namun juga pada sumber energi lain yang berbasis fosil. Hal ini terlihat, dari ketidakmampuan PLN dalam memenuhi kebutuhan energi listrik, terutama di berbagai daerah pelosok, seperti Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan sebagainya.
"Jadi PLN memang harus dievaluasi, dan Presiden Jokowi harus tegas mendorong itu. Yakni, agar pemenuhan energi, termasuk yang ramah lingkungan, bisa diperbaiki,†lanjut Berry.
[sam]