Program Upaya Khusus (Upsus) yang dijalankan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) berhasil meningkatkan produksi pangan strategis tanah air.
Program ini juga mampu melewati ancaman serius dampak anomali iklim yakni badai El Nino 2015 dan La Nina 2016.
Demikian dikatakan Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi di Jakarta, Jumat (30/12).
"Keberhasilan dan tidaknya produksi komoditas pangan sangat signifikan dipengaruhi oleh terjaminya iklim. Artinya, jika terjadi El Nino dan La Nino, produksi pangan dipastikan akan mengalami kegagalan. Namun, terjadinya El Nino 2015 dan La Nina 2016 produksi padi malah meningkat sehingga tahun 2016 Indonesia tidak impor beras," urai Agung.
Sebagaimana diketahui, El Nino tahun 2015 merupakan badai terkuat dibandingkan El Nino tahun 1998. Akibatnya kemarau panjang di seluruh wilayah Indonesia menyebabkan gagal panen waktu itu. Sama halnya dengan badai La Nina 2016 merupakan yang terkuat dibandingkan La Nina 1999. Akibat dari badai ini musim hujan yang lebih lama di Tanah Air. Namun yang pasti, dua fenomena alam itu menyebabkan gagal panen dan gagal tanam.
Kata Agung, saat badai El Nino terjadi di tahun 1998 lalu, pemerintah harus mengimpor 7,10 juta ton beras. Saat itu jumlah penduduk Indonesia 201,54 juta jiwa. Diketahui, badai tersebut berlangsung selama 14 bulan dari Maret 1997 hingga April 1998.
"Sementara itu, badai El Nino yang terjadi tahun 2015 ini lebih dahsyat. Dengan kekuatan 2,95 °c dan jumlah penduduk 255,44 juta jiwa tapi kita hanya mengimpor beras sebesar 1,15 juta ton saja. Itu tahun 2015," jelas Agung.
Masih Agung lagi, badai La Nina yang menghantam sejumlah negara di dunia juga mengakibatkan gagal panen di tanah air. Tetapi pemerintah melalui program Upsus berhasil memaksimalkan produksi padi dalam negeri dan untuk pertama kali setelah 32 tahun menahan laju impor beras.
"Tahun 1999 akibat La Nina, Indonesia harus mengimpor 5,04 juta ton untuk memenuhi kebutuhan 204,78 juta jiwa. Sementara itu badai La Nina yang lebih dahsyat tahun 2016 ini justru tidak ada impor beras sama sekali," jelas Agung.
"Kita berhasil menahan 16,8 juta ton impor beras tahun 2015 dan 2016 ini. Ini terjadi karena kita jalankan program Upsus," tambah Agung.
Agung menuturkan, keberhasilan program Upsus dalam melewati ancaman El Nino 2015 dan La Nina 2016 tidak hanya mampu meningkatkan produksi padi, akan tetapi mampu juga meningkatkan produksi jagung, bawang meran dan cabai. Hal ini terlihat dari impor jagung tahun 2016 turun 60 persen dari impor 2015, sehingga impor jagung 2016 hanya 0,9 juta ton sedangkan 2015 sebesar 3,27 juta ton.
"Kemudian, di tahun 2016 tidak ada impor cabai segar dan bawang merah dan diperkirakan sampai dengan Januari 2017 produksi melebihu kebutuhan," tuturnya.
Data BPS menunjukkan produksi padi tanah air di tahun 2015 sebanyak 75,39 juta ton. Jumlah ini naik jika dibandingkan tahun 2014 yang hanya sebesar 70,84 juta ton. Sementara produksi padi 2016, berdasarkan data Pra ARAM BPS yakni sebanyak 79,14 juta ton.
[wid]