Pemprov Sumatera Utara seharusnya adil dalam menentukan besaran pajak masing-masing perusahaan.
Hal itu dikatakan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Lukita Dinarsyah Tuwo menanggapi kisruh pajak air permukaan (PAP) antara PT Indonesia Asahan Alumunium (PT Inalum) dengan Pemprov Sumut.
"Ya, pajak itu harus adil dan memperhatikan kemampuan perusahaan," kata Lukita Dinarsyah di Jakarta, kemarin.
Menurut Lukita, yang namanya pajak progresif, tidak bisa mengabaikan perolehan dari perusahaan itu sendiri.
Untuk PAP sendiri saya coba lihat dulu. Tapi yang pasti, pajak harus memperhatikan kemampuan perusahaan. Makanya pajak itu kan progresif, sesuai dengan kelompok-kelompoknya sendiri,†jelasnya.
Ia mencontohkan, pajak untuk usaha kecil menengah dengan perolehan di bawah Rp 4,8 miliar memiliki ketentuan yang lebih meringankan. Itu juga sama dengan pajak terhadap perseorangan.
"Untuk individu juga ada pendapatan yang tidak kena pajak, sampai batas pendapatan tertentu, mereka tidak kena pajak, itu ada," lanjutnya.
"Jadi prinsipnya adalah progresif dan adil," tegasnya.
Lukita menambahkan, ketentuan nominal pajak mestinya juga diukur secara sama antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
"Aturan ketentuan nominal, nggak ada. Yang ada sesuai dengan di PT yang lain. PT lain mendapat keuntungan sekian persen ada kelompok-kelompoknya, maka wajib terkena PPH badan, tapi setelah mereka untung, pemerintah bisa menarik lagi melalui deviden," urainya.
Namun ia menegaskan, pajak untuk BUMN sama halnya dengan perusahaan biasa, tidak ada ketentuan tersendiri.
"Enggak ada ketentuan khusus, sama seperti PT perusahaan biasa, jadi sesuai keuntungan mereka, ya mereka wajib kena pajak," ujarnya.
Seperti pernah diberitakan, besaran pajak antara Inalum dengan PLN yang dikeluarkan Pemprov Sumut terdapat perbedaan. Ketentuan pajak untuk Inalum terhitung lebih berat ketimbang ke PLN.
[wid]