Harga cabai kian pedas. Setelah Natal, harga tak juga turun, malah cenderung naik. Pemerintah tak bisa mengendalikan harganya.
Dikutip dari situs infopanganjakarta.go.id, kemarin, harga cabai rawit merah di DKI rata-rata mencapai Rp 73.829/kg. Harga tertinggi ada di pasar Mampang Prapatan yang harganya mencapai Rp 99 ribu per kg. Sementara harga terendah ada di pasar Tomang Barat.
Saudaranya, cabai rawit hijau juga dibandrol harga yang fantastis; Rp 65.171/kg. Di pasar Jatinegara, harganya mencapai Rp 80 ribu/kg. Sementara yang terendah ada di pasar Kelapa Gading dengan harga Rp 40 ribu/kg. Sementara cabe merah besar dan cabe merah keriting punya harga rata-rata Rp5 3.050/kg dan Rp 53.794/kg.
Seorang pedagang di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Ahmad Zain mengatakan harga cabai rawit terus melejit mulai awal Desember. Harga mulai merangkak menjadi Rp 50 ribu/kg. Kini, harganya Rp 90 ribu/kg.
Menurut dia, makin meroketnya harga cabai dikarenakan pasokan kurang, sementara permintaan terus meningkat. "Pasokan sudah susut, yang minta banyak. Jadi harga naik," ujar Zain. Dia memasok dari Pasar Induk Kramat Jati dengan harga Rp 80 ribu-Rp 83 ribu/kg.
Di daerah Tangsel, tepatnya Pasar Ciputat, harga cabai juga tembus Rp90 ribu. Tirta, seorang pedagang menyebut, pasokan memang berkurang cukup drastis. "Mungkin karena musim hujan, ya," ujarnya. Karena mahal, kini masyarakat mengurangi pembelian cabai. Menurut Tirta, jika dalam sehari biasanya dia menjual 10 kg cabai, kini dia hanya mampu menjual setengahnya.
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri mengakui, harga cabai, khususnya cabai rawit merah dan hijau memang cenderung tak dapat dikendalikan. "Ini memang tidak bisa dikendalikan," ujar Mansuri.
Tak hanya di Jakarta, Mansuri bilang, di wilayah Jawa Timur, harga si kecil pedas ini juga melambung. Harga cabai rawit merah di sana agak lebih murah dibanding Jakarta, yakni Rp 50 ribu/kg.
IKAPPI tengah melakukan pemantauan harga dan pasokan komoditas cabai di wilayah Jawa Timur. Di beberapa pasar seperti Jember dan Lumajang, cabai itu bukan barang langka. Namun, harganya memang tinggi. "Ini artinya memang harganya sudah sulit untuk dikendalikan," tegasnya.
Selain cabai, beberapa komoditas juga terpantau naik. Di antaranya, bawang putih, sayur mayur, dan minyak goreng.
Sebelumnya, Selasa (20/12) pekan lalu, Mendag Enggartiasto Lukita memastikan, pihaknya tidak bisa mengendalikan harga cabai. Sebab, cabai sangat tergantung dengan kondisi iklim.
"Cabai ini lagi jadi sorotan, saya sampai sekarang nggak ketemu dengan ilmunya (atasi harga cabai). Karena kita nggak bisa lawan iklim," ucap Enggar, di kantornya.
Ketika curah hujan tinggi, produksi cabai tidak bisa maksimal, dan malah banyak produksi cabai yang terserang penyakit. "Di pedagang juga mereka nggak bisa cari cabai ke petani. Kalau hujan petani nggak bisa suplai karena produksi sangat sedikit. Kalau dipetik juga cabainya cepat busuk," kata Enggar.
Kemudian, libur panjang Natal dan Tahun Baru juga menjadi penyebab melambungnya harga sejumlah komoditas, termasuk cabai. "Karena transportasi ada buka tutup lalu lintas truk barang," tuturnya. Ada juga beberapa upaya dari spekulan mengambil peluang di saat libur panjang.
Dengan kondisi ini, pemerintah enggan berspekulasi mampu atau tidak menurunkan harga cabai. Bahkan, cabai juga akan "ditendang" dari daftar harga acuan bahan pokok yang terdapat dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 63 Tahun 2016 soal Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. ***