Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani kecewa dengan beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bekas Direktur Bank Dunia tersebut memandang tidak banyak perubahan kinerja pada perusahaan pelat merah. Masih lambat dan miskin terobosan.
Ani-panggilan akrab Sri MuÂlyani merasakan tidak banyak yang berubah dengan cara kerja BUMN. Keluhan yang didengarnya dari para direksi BUMN hampir sama ketika dirinya menjadi Menkeu 10 tahun lalu.
"Setelah saya berkelana ke World Bank dan IMF (InterÂnational Moneter Fund), ceritÂanya masih sama saja, meskipun sudah beberapa orang ganti, kata Ani dalam acara Seminar Nasional Infastruktur 2016, di Four Seasons Hotel, Jakarta," kemarin.
Salah satu contohnya soal pembebasan lahan. Menurutnya, masalah tersebut tidak seharusÂnya dikeluhkan BUMN. PasalÂnya, dana pembebasan lahan dianggarkan cukup besar. "Isu apa sih yang anda mau? Tanah susah? 10 tahun yang lalu juga ngomong begitu. Sekarang juga masih. Kita sekarang sudah buat lebih mudah. Investasi anÂother Rp 16 triliun akan jadi Rp 30 triliun untuk beli-beli tanah. Viability gap, kita tutup gap-nya," cetusnya.
Bila sudah diberikan kemuÂdahan, lanjutnya, tetapi pemÂbebasan lahan masih lambat, berarti ada masalah dengan kualitas sumber daya manusia (SDM). Ani menuntut BUMN diisi orang yang memiliki inoÂvasi dan cepat menyelesaikan masalah.
"Perusahaan BUMN harus diisi oleh orang-orang yang ambisius. Bukan orang-orang yang hanya berlindung di balik zona nyaman dengan imbalan gaji yang cukup tinggi," imÂbuhnya.
Pada kesempatan ini, Ani juga menyentil BUMN di sektor perÂbankan. Berdasarkan data yang dimilikinya, kontribusi perbankÂan membiayai proyek infrastrukÂtur di Indonesia masih minim, hanya 8 hingga 10 persen.
Ani mengungkapkan, para bankir kerap beralasan bahwa sebagian besar sumber pembiÂayaan dari tabungan dan deposito jangka pendek. Sementara, pemÂbangunan infrastruktur memÂbutuhkan sumber pembiayaan jangka panjang. Hal ini lah yang menyebabkan ketidakcocokan jatuh tempo (
maturity misÂmatch). Belum lagi pembiayaan perbankan juga harus memikirÂkan masalah exposure terhadap nilai tukar.
Ani tidak menerima alasan tersebut. Karena, menurutnya, negara memiliki bank. SeharÂusnya, direksi bank BUMN mencarikan solusi agar perÂbankan sejalan dengan proyek infrastruktur yang dicanangkan Presiden karena mereka sudah digaji besar.
"Saya (pemerintah-red) puÂnya bank BUMN yang digaji tinggi-tinggi, dan pintar-pintar untuk memikirkan bagaimana mengatasi itu, mencari inovasi. Kalau cuma datang ke Menteri Keuangan lalu kasih alasan seperti itu, ya saya kalau begitu yang jadi bankir," katanya.
Ani menyebutkan kebutuhan dana pembangunan berbagai proyek infrastruktur hingga 2019 mencapai Rp 4.900 triliun. Pembangunan itu mustahil diÂlakukan melalui APBN. SemenÂtara itu, kebutuhan infrastruktur semakin besar. Kalau perekoÂnomian tumbuh 5 persen maka kebutuhan listrik akan tumbuh dua kali lipat.
Butuh Peran Swasta Menteri Perhubungan (MenÂhub) Budi Karya Sumadi menÂgajak swasta berperan dalam pembangunan infrastruktur transÂportasi di Indonesia. MenurutÂnya, pihaknya akan membuka ruang lebih luas untuk swasta melakukan kerja sama untuk membangun dan mengelola inÂfrastruktur.
BKS-panggilan akrabnya menuturkan, dengan terlibatÂnya swasta maka pemerintah bisa mengurangi beban APBN. Nanti, APBN diharapkannya hanya digunakan sebagai stimuÂlus saja.
"Swasta akan dkami berikan kesempatan seluas-luasnya denÂgan suatu rule of the game yang bisa dipertanggungjawabkan. Jadi swasta akan diberi kesemÂpatan menyediakan infrastruktur pelayanan, dengan stimulus dari APBN," ujarnya.
Jika swasta tidak tertarik, lanjut BKS, pihaknya akan meÂnawarkannya ke BUMN. Kalau BUMN juga menyerah, baru pemerintah akan menggunakan dana APBN. ***