Ini kabar gembira untuk peÂrusahaan pertambangan peÂmegang kontrak karya (KK). Pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas PP NoÂmor 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (minerÂba). Salah satu pasal yang akan diubah mengenai perpanjanÂgan KK dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara.
Jika dalam PP sekarang disebutkan pembahasan perÂpanjangan kontrak paling cepat dilakukan dua tahun sebeÂlum kontrak habis, nanti akan dubah bisa dilakukan lima tahun sebelumnya.
Keputusan tersebut diambil dalam rapat koordinator yang digelar Menko Perekonomian Darmin Nasuiton di Kantornya, kemarin. Hadir dalam rapat ini hadir Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri ESÂDM Ignasius Jonan, dan MenÂteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Jonan menegaskan, perubaÂhan regulasi tersebut bukan diÂtujukan untuk mengakomodir kepentingan satu perusahaaan tambang tertentu saja.
"Ini untuk siapa aja. Jangan tanya Freeport atau apa. EngÂgak ada hubungannya. EngÂgak ada PP dibuat untuk satu perusahaan. Ini juga masih dibahas, mudah-mudahan cepat selesai," kata Jonan.
Selain soal pembahasan perpanjangan, lanjut Jonan, revisi juga akan mengatur tentang staÂtus perusahaan. Menurutnya, perusahaan tambang masih diperbolehkan mengekspor konsentrat asalkan mengubah status KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Jadi nantinya, perusahaan tambang yang akan memperpanjang kontraknya langsung diubah menjadi IUPK.
Sementara itu, jika perusaÂhaan tambang tersebut masih ingin dengan status KK maka harus melakukan pemurnian dahulu hasil tambang. Karena, di dalam Undang-Undang Minerba, untuk IUPK tidak ada larangan batas waktu di dalam melakukan ekspor konsentrat.
Namun demikian, Jonan meÂnegaskan, poin-poin perubahan revisi belum final. Pemerintah masih terus melakukan pengÂgodokan.
Vice President (VP) CorÂporate Communications FreeÂport Indonesa Riza Pratama menyambut gembira revisi PP tambang tersebut.
"Kami menyambut baik, dan akan bekerja sama sebaik-baiknya dengan pemerintah. Kami tetap berkomitmen untuk membangun smelter," tutur Riza kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Direktur Eksekutif EnÂergy Watch Mamit Setiawan menilai, kelonggaran waktu pembahasan ini bisa memberÂikan angin segar investor.
"Dengan perubahan itu, investor mendapat kepastian hukum. Meskipun Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara belum selesai dibahas," pungÂkasnya. ***