. KPK telah memeriksa sejumlah saksi untuk melengkapi berkas penyidikan pengembangan kasus dugaan suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menyeret Chairman PT Paramount Enterprise, Eddy Sindoro sebagai tersangka.
Setidaknya, kata Jurubicara KPK Febri Diansyah, lebih dari 15 saksi dari berbagai unsur mulai dari kalangan swasta, advokat hingga pihak pengadilan yang telah diperiksa penyidik mengenai pengembangan kasus tersebut.
Meski demikian, Febri mengakui Eddy Sindoro masih berada di luar negeri. KPK sambung Febri, menghimbau agar Eddy menyerahkan diri ke KPK. Seperti yang telah dilakukan tersangka lain yakni Direktur utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI), Fahmi Darmawansyah dan pengacara PT Kapuas Tunggal Persada (KTP)‎ Raoul Adhitya Wiranatakusumah.
"ESI (Eddy Sindoro) sampai saat ini sedang tidak berada di Indonesia, belajar dari apa yang dilakukan tesangka FD (Fahmi Darmawansyah) datang ke KPK tanpa mekanisme red notice atau mekanisme internasinal lain. Kami imbau agar tersangka segera ke Indonesia dan menyerahkan diri ke KPK," ujar Febri di Kantornya, jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (23/12).
Meski Eddy Sindoro tetap enggan menyerahkan diri, Febri menegaskan KPK memiliki pengalaman untuk menyeret tersangka yang berada di luar negeri agar bisa kembali ke Indonesia. Namun menurut Febry akan lebih baik, Eddy bisa menyerahkan diri ke aparat hukum.
"Kami tegaskan KPK telah berulangkali melakukan proses maksimal hasilnya terkait ada buron yang kabur di luar negeri, KPK punya pengalaman itu dan sebagai Warning agar hal tersebut tidak perlu terjadi dalam pengungakapn perkara," tegas Febry.
Sebelumnya, KPK resmi menetapkan bekas Komisaris Lippo Group sebagai tersangka lantaran diduga sebagai pihak yang berkuasa atas pemberian uang 50.000 dolar AS ke Edy Nasution, terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara PT Across Asia Limited melawan PT First Media. Padahal pengajuan PK tersebut sudah melewati batas waktu yang ditentukan.
Febri menjelaskan pemberian sejumlah uang itu menyalahi aturan, agar penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat dalam jabatannya, dan perbuatan tersebut terkait dengan permohonan bantuan pengajuan PK di PN Jakpus.
Atas perbuatannya, Eddy disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[rus]