. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mensinyalir PT Merial Esa (PT ME) memiliki keterkaitan dengan Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI), Fahmi Darmawansyah.
PT ME diketahui merupakan perusahan dalam wadah bisnis Merial Grup. PT ME juga pernah bermasalah dalam pengadaan ambulans pada 2007 lalu. Diduga, uang suap yang diberikan dua pegawai PT MTI, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus kepada Deputi Informasi‎ Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi dari PT ME.
Uang suap tersebut untuk memuluskan PT MTI sebagai pemenang tender pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Jurubicara KPK Febri Diansyah menjelaskan keterkaitan Fahmi selaku Direktur utama PT MTI dengan PT ME itu diketahui saat Fahmi diperiksa penyidik KPK. Namun Febri masih belum merinci keterkaitan PT ME dengan kasus dugaan suap Bakamla. Termasuk dugaan sumbar dana untuk menyuap Eko Susilo Hadi.
"Info yang kami terima dari penyidikan, FD terkait dengan PT ME akan diungkap proses berikutnya kaitan dan aliran dana perusahan tersebut," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/12).
Dikesempatan yang berbeda, pengacara Fahmi, Maqdir Ismail mengatakan kliennya tidak memiliki keterkaitan dengan PT PT MTI. Sebab, PT MTI adalah perusahaan yang baru akan diakuisisi oleh Fahmi.
Maqdir mengatakan, PT MTI adalah perusahaan milik orang lain yang memang hendak diambil alih oleh Fahmi. Namun, Maqdir mengatakan proses tender pada proyek bernilai Rp 220 miliar itu dilakukan oleh pemegang perusahaan tersebut. Maqdir tidak menyebutkan konkret orang yang dimaksudnya.
"Yang saya tahu, ini perusahaan (PT MTI) milik orang lain yang dia mau ambil alih bagaimana proses tender itu kan pemegang perusahaan lama yang melakukan," kata Maqdir saat mendampingi kliennya di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/12).
Fahmi sendiri telah resmi ditahan oleh penyidik KPK di Rutan Pomdam Jaya Guntur Jumat. Penahanan ini dilakukan oleh penyidik KPK setelah Fahmi menjalani pemeriksaan perdananya sebagai saksi.
Fahmi bersama dua karyawan PT MTI bernama Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Kamis (15/12) lalu. Mereka diduga memberikan uang suap kepada Eko dengan mata uang asing senilai Rp 2 miliar.
[rus]