Dirjen Pajak Ken DwijugiÂasteadi menegaskan, tidak panÂdang bulu dalam memberikan sanksi terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran pajak. Jika Google tidak memÂbayar kewajibannya, pihak akan mengambil langkah-langkah seperti yang pernah dilakukan terhadap wajib pajak yang lainnya.
"Nanti terakhir, kalau punya tunggakan, dan dia nggak bayar, nanti urusannya sama ke Kabaudit Penangkapan. Ya bisa dimasukkan ke penjara juga. Jadi perlakuannya sama. Karena sama-sama subjek paÂjak dalam negeri," tegas Ken kepada wartawan di Jakarta, kemairn.
Ken mengungkapkan, hingga kini proses penagihan pajak ke pihak Google masih terus diÂlakukan. Diharapkan, sebelum akhir tahun Google membayar kewajibannya.
Sampai saat ini, perusahaan asal Amerika Serikat tersebut belum membayarkan pajaknya. Ditjen Pajak menghitung pada 2015 penghasilan Google bisa mencapai Rp 6 triliun dengan penalti sebesar Rp 3 triliun. Google sudah berniat membayar pajak. Hanya saja masih keberatan dengan nilai tagihan yang dianggapnya sangat besar. Mereka sempat melakukan negoisasi dengan Ditjen Pajak hanya saja belum membuahkan hasil yaang meÂmuaskan.
Menteri Koordinator (MenÂko) bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, hal yang wajar terjadi negoisasi dalam kasus pajak Google. Hal tersebut juga terjadi di banyak negara. Menurut Darmin, saat ini banyak negara belum memiliki standar yang jelas bagaimana memperlakukan paÂjak untuk perusahaan
over the top (OTT) seperti Google dan lainnya. Sehingga akhirnya, negosiasi pun menjadi jalan keluar.
"Di negara manapun semua terlambat mengantisipasi itu. Artinya, belum ada standar yang jelas dan diterima semua pihak bagaimana perlakuan perpajakan," katanya.
Darmin memahami Ditjen pajak membutuhkan waktu untuk mengejar pajak Google. Dia mengaku pemerintah kewalahan mengatasi kasus Google. Karena setelah proses negosiasi (
tax settlement), Google masih saja meminta tawaran.
"Proses ini tidak akan selesai dalam satu tahapan negosiasi. Sebab perusahaan seperti Google, Youtube, Yahoo suÂdah terlalu lama tidak diganjar kasus pajak. Sehingga mereka sulit menerima peraturan di berbagai negara," pungkasÂnya. ***