Berita

Derek Manangka/Net

"Jangan Lupa Aleppo", Maknanya Apa?

KAMIS, 22 DESEMBER 2016 | 08:15 WIB | OLEH: DEREK MANANGKA

PEMBUNUHAN Andrey G. Karlov, Duta Besar Rusia untuk Turki, semestinya bisa membuat Kremlin marah besar terhadap Ankara. Minimal terjadi pengusiran diplomat Turki oleh Rusia atau bahkan terjadi pemutusan hubungan diplomat secara sepihak oleh Moskow.

Tapi keadaan bermusuhan seperti itu tak terjadi.  Sebaliknya pembunuhan itu membuat Presiden Rusia dan Presiden Turki, terkesan tiba-tiba menjadi akrab.

Kedua Presiden telepon-teleponan dengan kesimpulan sementara, sama-sama melihat pembunuhan Dubes Karlov dari spektrum yang lebih luas.

President Rusia, Vladimir Putin yang terkenal kritis tak mau diremehkan dan reaktif, reaksinya justru sangat tenang. Berbeda dengan kebiasaannya.

Putin tidak menyalahkan siapa-siapa, kecuali melihat pembunuhan atas diplomatnya itu merupakan sebuah ancaman serius oleh teroris terhadap keamanan dunia.

Di Jakarta sendiri, foto dan video pembunuhan itu tidak disebarkan oleh Mikhail Galuzin, Dubes Rusia untuk Indonesia. Padahal, Galuzin dikenal sebagai Dubes Rusia yang paling aktif - antara lain dengan meneruskan semua informasi diplomasi negaranya ke orang-orang media. Entah Galuzin tidak melihatnya sebagai sebuah kabar yang tidak perlu lagi disebarkan atau ada alasan lain.

Namun bagi saya, ini sebuah pertanda, Rusia ingin membuat pembunuhan diplomatnya di Turki, tidak menjadi sebuah trending topic. Sebab bisa jadi trending topic, justru hanya mengaburkan persoalan yang lebih penting.

Putin dan Presiden Erdogan, memiliki sikap yang sama. Keduanya menilai ada usaha dari pihak yang tidak disebutkan, untuk memgganggu hubungan kedua negara yang sedang direstorasi.

Boleh jadi memang demikian adanya.

Lantas yang menjadi pertanyaan, apa sebetulnya yang menyebabkan kedua Presiden yang tadinya memiliki hubungann yang kurang akrab, tiba-tiba menjadi erat bersahabat?

Ini sebuah perubahan besar dan menarik. Dan di sinilah duduk persoalan yang sebenarnya. Mereka mungkin pada akhirnya sadar dan punya kesamaan analisa bahwa Turki dan Rusia sedang diadu domba.

Keduanya sadar permusuhan Turki dan Rusia jika meledak, menjadi sebuah peperangan terbuka, hanya akan menguntungkan pihak lain. Dan pihak yang paling beruntung, naga-naganya Amerika Serikat plus sekutu-kutunya.

Mengapa Amerika dan sekutunya yang jadi tudingan? Antara lain karena negara industri ini paling berpengalaman mengadu domba antar pemimpin negara. Mengacak-acak setiap negara yang tidak disukai pemimpinnya.

Mengajak tokoh berpengaruh berbenturan dengan masyarakat marginal.

Amerika merupakan negara yang berpengalaman oleh politik adu domba. Sudah cukup banyak negara yang tadinya aman, akhirnya bergolak. Termasuk Indonesia.

Nah Putin dan Erdogan nampaknya belajar dari pengalaman, entah termasuk dari Indonesia.

Penilaian ini ini semakin mendekati kebenaran bila melihat ke belakang persoalan yang muncul dalam hubungan Turki-Rusia.

Sejatinya perang terbuka antara kedua negara sebenarnya tinggal soal waktu saja. Tinggal menunggu sebuah pemicu atau trigger.

Bibit permusuhan antara Ankara dan Moskow sudah cukup subur. Atau seperti api di semak-semak yang sudah mulai mengeluarkan asap. Tinggal menunggu siraman bensin, hutan sebesar apapun, bisa terbakar.

Dalam soal krisis Syria, Turki dan Rusia, punya persinggungan yang cukup tajam.

Turki membela kelompok perlawanan terhadap Presiden Bashar Al-Assad. Turki yang merupakan negara Islam tetapi bergabung di NATO.

Pakta pertahanan ciptaan Amerika ini, menjadi tempat berlindung oleh Turki. Siapa lagi yang diperhitungkannya kalau bukan dari musuh utama Amerika, yaitu Rusia.

Di era Perang Dingin, NATO disaingi Pakta Warsawa yang dipimpin Uni Soviet.

Kini Pakta Warsawa sudah bubar bersamaan dengan terpecahnya Uni Soviet. Walaupunn Pakta Warswa sudah bubar, tapi Rusia dianggap mewarisi semua kekuatan militer di Eropa Timur. Dan kekuatan Rusia merupakan hal yang selalu mengganggu Amerika.

Rusia tak punya aliansi pertahanan, tapi NATO tetap eksis bahkan terus diperluas keanggotaannya.

NATO sangat kecewa ketika Krimea yang merupakan daerah paling strategis di kawasan Eropa Tengah, berbatasan dengan Eropa Barat, jatuh ke tangan Rusia.  Padahal Krimea, tadinya bagian dari Ukraina, negara aliansi Amerika Serikat yang nota bene merupakan bekas pecahan Uni Soviet.

Kini pangkalan militer Rusia di Krimea termasuk yang paling kuat dan diperhitungkan Amerika.

Tujuan NATO dan Amerika tidak lain mendominasi dunia, khususnya Eropa dan Timur Tengah.

Amerika tidak bisa mendominasi baik di Eropa maupun seluruh Timur Tengah. Karena adanya Krimea tadi dan di Syria sendiri, Rusia memiliki pangkalan militernya, di Tartus

Tartus inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Rusia membela pemerintahan Bashar Al-Assad.

Sikap yang paling bertolak belakang dengan Amerika.

Tahun lalu tepatnya 24 Nopember 2015, Turki menembak jatuh jet tempur Rusia, Su-24 di perbatasan Turki-Syria. Jet itu digunakan Rusia membantu pemerintahan Al-Assad. Penembakan itu bisa menjadi pemicu perang Turki-Rusia.

Insiden penembakan itu menurut Vladimir Putin, diketahui oleh Amerika Serikat. Tapi insiden itu tidak membuat Putin memusuhi Turki. Dialog tetap dikedepankannya. Inilah potret seorang Presiden yang memiliki wawasan.

Sebab kalau Rusia membalas penembakan itu otomatis Turki akan mengajak negara lain. Sebagai anggota NATO, yang kekuatan persenjataannya tidak setara Rusia, Turki pasti akan meminta bantuan Amerika. Inilah yang ditunggu Washington.

Bila ini terjadi, perang terbuka pun meletus. Yang diuntungkan pasti Washington. Selain tempatnya jauh di luar benua Amerika, sehingga Amerika aman, perang Turki-Rusia akan membutuhkan persenjataan. Berarti industri persenjataan Amerika akan hidup.

Pembunuhan Dubes Rusia untuk Turki terjadi tak lama setelah Rusia dan pemerintahan Assad berhasil membebaskan Aleppo dari tangan pasukan dukungan Turki dan Amerika. Ini sama dengan kekalahan Amerika.

Washington tentu saja malu atas kekalahan ini.

Kekalahan ini sendiri tak terhindarkan. Antar lain karena pemerintahan di Amerika sedang berada dalam masa transisi. Trump yang pro Putin belum memerintah, sementara Obama yang sangat anti Putin, sudah tak bisa memberi komando.

Di pihak lain, kekalahan Amerika membuat Turki sebagai negara Islam yang berada dalam blok Amerika, tersudut pada posisi yang serba salah. Mau terus berperang dengan negara tetangga? Mau melawan Assad yang merupakan pemimpin negara Islam atau bagaimana?

Dalam keterpojokan itu, Turki diberi beban. Yaitu Turki tidak bisa memberi pengamanan penuh kepada Dubes Rusia.

Pembunuh Dubes Rusia, Mevlut Mert Atlantis seorang polisi Turki yang ditugaskan mengawal dan mengamankan diplomat Kremlin itu. Tapi, dia justru yang mengeksekusi orang yang harus dia proteksi.

Malam sebelumnya, Mevlut, 22 tahun, konon menginap di hotel tak jauh dari lokasi dimana dia menghabisi nyawa Dubes Rusia. Jadi bukan tanpa skenario.

Maka pembunuhan Dubes Rusia yang diwarnai oleh teriakan: "Allahu Akbar dan Jangan Lupa Aleppo", harus dilihat dengan pisau analisa yang lebih tajam. [***]

Penulias adalah wartawan senior

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Tulisan 'Adili Jokowi' Curahan Ekspresi Bukan Vandalisme

Minggu, 09 Februari 2025 | 07:36

Prabowo Harus Mintai Pertanggungjawaban Jokowi terkait IKN

Minggu, 09 Februari 2025 | 07:26

Penerapan Dominus Litis Melemahkan Polri

Minggu, 09 Februari 2025 | 07:03

Rontok di Pengadilan, Kuasa Hukum Hasto Sebut KPK Hanya Daur Ulang Cerita Lama

Minggu, 09 Februari 2025 | 06:40

Senator Daud Yordan Siap Naik Ring Lagi

Minggu, 09 Februari 2025 | 06:17

Penasihat Hukum Sekjen PDIP Bongkar Kesewenang-wenangan Penyidik KPK

Minggu, 09 Februari 2025 | 05:53

Lewat Rumah Aspirasi, Legislator PSI Kota Tangerang Ajak Warga Sampaikan Unek-Unek

Minggu, 09 Februari 2025 | 05:36

Ekonomi Daerah Berpotensi Merosot akibat Sri Mulyani Pangkas Dana TKD

Minggu, 09 Februari 2025 | 05:15

Saat yang Tepat Bagi Prabowo Fokus MBG dan Setop IKN

Minggu, 09 Februari 2025 | 04:57

7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat Menuju Indonesia Emas

Minggu, 09 Februari 2025 | 04:42

Selengkapnya