Dirut PT Melati Technofo Indonesia (MTI), Fahmi Darmawansyah ternyata sudah pelesiran ke luar negeri dua hari sebelum tim satuan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencokok dua anak buahnya dalam Operasi Tangkap Tangan pada Rabu (14/12) lalu.
Meski KPK sudah mengetahui keberadaan Fahmi, namun lembaga anti rasuah memberikan kesempatan terhadap tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan alat satelit monitor di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun anggaran 2016 itu untuk kembali ke tanah air dan menyerahkan diri.
"Rincian posisi dan pergerakan kami belum bisa sampaikan. Tapi dalam tahap awal ini, saya kira KPK masih berada dalam posisi agar saudara FD sebagai tersangka segera kembali ke Indonesia," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Kantornya, jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (16/15).
Febri menambahkan sampai saat ini KPK belum sampai pada kesimpulan apakah dibutuhkan red notice atau kerjasama dengan Interpol untuk menangkap Fahmi. Menurutnya, akan lebih baik jika Fahmi menyerahkan diri ke aparat hukum.
"Jadi, pada suadara FD tentu saja kita imbau untuk segera kembali ke Indonesia. Tentu saja akan lebih baik bagi tersangka dalam penuntasan kasus ini jika yang bersangkutan bekerja sama dengan penegak hukum dan segera menyerahkan diri ke KPK. Kalau yang bersangkutan bisa pulang dengan sendirinya sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat sebelumnya tentu itu akan lebih efektif dan efisien," jelas Febri.
Fahmi diduga terlibat dalam kasus suap terhadap Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi sebesar kurang lebih Rp 2 miliar.
Duit suap diberikan kepada Eko dengan maksud memenangkan perusahaannya pada tender proyek satelit pemantauan di Bakamla.
KPK mencokok Eko dan dua pegawai PT MTI yakni Hardy Stefanus dan M Adami Okta di gedung Bakamla, Jakarta Pusat, 14 Desember lalu.
Ketiganya diciduk lantaran kedapatan bertansaksi suap terkait proyek alat monitorinng satelit 2016 senilai Rp200 miliar yang sumber pendanaannya melalui APBN-P 2016.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan Uang senilai Rp 2 miliar berbentuk Dolar Amerika dan Dolar Singapura.
Uang tersebut ternyata pemberian pertama dari Rp15 miliar yang dijanjikan oleh Dirut PT Melati Technofo Indonesia (MTI), Fahmi Darmawansyah.
Fahmi diduga menjanjikan uang senilai Rp15 miliar kepada Eko jika PT MTI dapat memenangkan lelang proyek alat monitorinng satelit 2016 senilai Rp200 miliar yang sumber pendanaannya melalui APBN-P 2016. Jumlah yang dijanjikan tersebut merupakan 7,5 persen dari total nilai proyek.
Hingga saat ini, Fahmi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka masih dalam proses pencarian penyidik KPK.
Atas perbuatannya, Eko Susilo Hadi disangkakan melanggar pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Fahmi Dharmawansyah, Hardy Stefanus serta M. Adami Okta yang menjadi tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
[zul]