Berita

Ilustrasi/Net

Bisnis

Tak Bermanfaat, Subsidi Solar Diganti Saja Potong Pajak Kendaraan

JUMAT, 16 DESEMBER 2016 | 10:57 WIB | LAPORAN:

Penerapan subsidi solar flat Rp 1.000 per liter yang diterapkan pemerintah selama satu tahun belakangan dinilai tidak efektif dan tidak tepat sasaran.

Subsidi solar yang nilainya sekitar Rp 7 triliun itu sebagian besar dinikmati oleh pengusaha transportasi dan pemilik kendaraan pribadi berbahan bakar solar yang pada umumnya kalangan mampu.

"Mereka adalah kalangan mampu yang tidak layak dapat subsidi. Demikian juga jenis kendaraan pribadi yang nilainya ratusan juta rupiah hingga miliaran. Tidak mungkin mereka itu dari kalangan yang layak dapat subsidi," kritik Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahean di Jakarta, Jumat (16/12).


Inilah menurut dia, kesalahan model subsidi yang diterapkan pemerintah. Ada uang trilliunan yang dikucurkan secara cuma-cuma tapi dinikmati oleh kalangan mampu.

"Karenanya EWI mendesak pemerintah untuk mencabut subsidi solar dari APBN karena ternyata tidak dinikmati oleh rakyat kalangan bawah," tegasnya.

Menurutnya, subsidi solar ini tidak memenuhi rasa keadilan. Mekanisme subsidi harus diatur ulang. Ia menyarankan, lebih baik pemerintah menyubsidi lewat mekanisme pemotongan pajak kendaraan. Nilainya flat dan sama setiap kendaraan. Dengan demikian, ada keadilan besaran subsidi yang diterima dan tidak perlu menaikkan ongkos transportasi.

Sementara itu kepada masyarakat, khususnya pasar yang seharusnya mendapat subsidi, bisa dilakukan dengan cara membebaskan mereka dari segala bentuk pungutan dan pajak-pajak yang tidak perlu dipungut. Hal ini dinilainya lebih adil, karena semua menerima subsidi yang sama dan berkeadilan.

Pemerintah pun menurutnya tidak perlu kuatir dengan pihak-pihak yang ingin mempolitisir masalah subsidi solar ini. Jika pemerintah mampu menunjukkan mekanisme baru subsidi yang lebih tepat, maka semua bentuk pernyataan yang terkesan atau pura-pura membela rakyat tidak perlu dihiraukan.

"Subsidi produk harus dihentikan dan subsidi harus kepada orang. Subjek subsidinya harus tepat, subjek bergerak bukan produk, karena subsidi pada produk seperti BBM hanya dinikmati oleh kalangan mampu yang punya kendaraan," demikian Ferdinand.[wid]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Cetak Rekor 4 Hari Beruntun! Emas Antam Nyaris Tembus Rp2,6 Juta per Gram

Rabu, 24 Desember 2025 | 10:13

Saham AYAM dan BULL Masuk Radar UMA

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:55

Legislator PKB Apresiasi Langkah Tegas KBRI London Laporkan Bonnie Blue

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:44

Prabowo Bahas Kampung Haji dengan Sejumlah Menteri di Hambalang

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:32

Pejabat Jangan Alergi Dikritik

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:31

Saleh Daulay Dukung Prabowo Bentuk Tim Arsitektur Perkotaan

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:26

Ribuan Petugas DLH Diterjunkan Jaga Kebersihan saat Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:21

Bursa Asia Bergerak Variatif Jelang Libur Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13

Satu Hati untuk Sumatera: Gerak Cepat BNI & BUMN Peduli Pulihkan Asa Warga

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:04

Harga Minyak Naik Jelang Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya