Anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi dituntut hukuÂman penjara selama 10 tahun dan dicabut hak politiknya selama lima tahun. Politisi Partai Gerindra itu dianggap terbukti menerima suap dan melakukan tindak pidana penÂcucian uang.
Tuntutan itu dibacakan jaksa penuntut umum KPK Ronald Worotikan di Pengadilan Tipikor Jakarta tadi malam.
"Agar menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai melakukan sanksi perÂtama," kata Ronald.
Jaksa menganggap Sanusi sebagai anggota DPRD DKI telah menciderai kepercayaan masyarakat yang telah diberiÂkan kepadanya. Selain itu, tinÂdakan Sanusi menerima suap memperburuk citra anggota dewan di mata masyarakat.
Jaksa menganggap Sanusi menerima suap Rp 2 miliar dari bekas Presiden Direktur PTAgung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Suap itu terkait pembahasan peraturan daerah mengenai reklamasi pantai Jakarta.
Perbuatan Sanusi memenuhi unsur dalam Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Korupsi junto Pasal 64 ayat 1 KUHP. "Sebelum menerima uang, ada beberapa kali pertemuan untuk membahas proses pembahasan raperda," ujar Ronald.
Yakni pertemuan Sanusi, Ariesman dan pimpinan DPRD DKI di kediaman Chairman PTAgung Sedayu, Sugianto Kusuma alias Aguan. Kemudian ada juga pertemuan antara Sanusi, Ariesman, dan Richard Halim di kantor Aguan di Mangga Dua.
Dalam pertemuan itu, Ariesman menyampaikan keberaÂtannya terhadap kontribusi tambahan sebesar 15 persen dimasukkan dalam peraturan daerah. Ia meminta agar beleid itu diatur dalam peraturan gubernur.
Ronald juga menyebutkan beberapa pertemuan lain antara Sanusi dan Ariesman seperti pertemuan di Kafe Paul dan Kemang Village. Keduanya kembali membahas masalah tambahan kontribusi dalam pertemuan itu.
Di persidangan Sanusi berÂdalih bahwa Ariesman memÂberikan uang Rp 2 miliar untuk bantuan ikut pemilihan guÂbernur DKI. "Dan pengakuan terdakwa bahwa uang itu unÂtuk pilkada, harus dikesampÂingkan," ujar Ronald.
"Unsur menerima hadiah atau janji telah terbukti secara sah dan meyakinkan," lanjut Ronald.
Jaksa juga menganggap Sanusi terbukti melakukan penÂcucian sebesar 45.287.833.773. Sebagian uang itu diperoleh dari rekanan Dinas Tata Air DKI yang dibantu mendapatÂkan proyek. Uang dari rekanan digunakan untuk membeli ruÂmah, apartemen dan mobil.
Sanusi dianggap melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang junto Pasal 65 ayat 1 KUHP. ***