Berita

Hendardi/Net

Pertahanan

TNI Bukan Satu-satunya Pihak Yang Menjaga Kemajemukan

KAMIS, 01 DESEMBER 2016 | 14:47 WIB | LAPORAN:

. Langkah TNI mengambil prakarsa yang seolah-olah menyelamatkan kemajemukan, secara normatif dapat dibenarkan. Namun meskipun secara prinsip dapat saja dipersoalkan tapi TNI bukanlah satu-satunya tempat bergantung, karena TNI adalah alat pertahanan.

Demikian dikatakan Ketua Setara Institute, Hendardi kepada wartawan, di jakarta, Kamis (1/12).

Namun pihaknya bisa memaklumi langkah TNI tersebut. Sebab elemen pemerintah dan partai politik gagal mengambil peran nyata mengatasi persoalan bangsa.

"Berbagai kecemasan dan ketegangan sosial justru telah efektif digunakan oleh TNI sebagai cara untuk memupuk supremasi TNI di hadapan rakyat," katanya.

Bahkan seolah-olah TNI ujar Hendardi lagi adalah pihak yang paling mampu mengatasi persoalan, sehingga memupuk legitimasi untuk TNI mengambil peran sosial politik lebih dari sekadar alat pertahanan.

"Langkah-langkah ini adalah satu paket dengan keinginan TNI hadir dalam mengatasi berbagai aksi yang mengganggu keamanan dan terorisme yang merupakan domain institusi Polri," tegas Hendardi yang juga pendiri Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) ini.

Sementara menurut dia, ancaman terhadap kemajemukan bukan datang tiba-tiba, tetapi dampak dari pengabaian para penyelenggara negara merumuskan kebijakan dan memberikan keteladanan yang kondusif bagi menguatnya keberagaman.

"Kita membutuhkan persatuan dan kesatuan yang genuine dan kokoh bukan sekedar seremonial persatuan dan kesatuan sebagaimana diprakarsai TNI kemarin," tambahnya.

Bahkan Hendardi menilai kamuflase prakarsa aksi yang dilakukan TNI sesungguhnya hanyalah obat penawar generik yang tidak akan memperkokoh kemajemukan sesungguhnya.

Sebab. kata dia,  kerja merawat kemajemukan harus dimulai dari penegakan hukum atas mereka yang mengancam kemajemukan itu sendiri.

Hendardi juga mengingatkan merawat kemajemukan adalah tugas utama pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah. Untuk itu, Presiden Jokowi harus memimpin pemulihan kemajemukan yang terkoyak ini secara lebih komprehensif dan berkelanjutan.

"Dan tentunya presiden tidak membiarkan merebaknya bentuk dan prakarsa kelompok-kelompok tertentu mengibarkan persatuan dan kesatuan seremonial dan  imitasi yang hanya menguras energi  serta membuat bingung publik," demikian Hendardi. [rus]

Populer

Makin Ketahuan, Nomor Ponsel Fufufafa Dicantumkan Gibran pada Berkas Pilkada Solo

Senin, 23 September 2024 | 09:10

Pasukan Berani Mati Bela Jokowi Pembohong!

Minggu, 22 September 2024 | 14:03

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Kejagung di Bawah ST Burhanuddin, Anak Buah Jalan Masing-masing

Rabu, 25 September 2024 | 17:11

Akun Fufufafa Ganti Nama dari Gibran jadi Slamet Gagal Total

Senin, 23 September 2024 | 08:44

Pasukan Berani Mati Bela Jokowi Tak Nongol di Patung Kuda

Minggu, 22 September 2024 | 13:26

UPDATE

Program Sekolah Swasta Gratis Tak Boleh Hapus KJP

Kamis, 03 Oktober 2024 | 06:07

Try Sutrisno Semangat Dikunjungi Petinggi TNI

Kamis, 03 Oktober 2024 | 06:02

Duit Rp 372 Miliar Disita dalam Kasus Korupsi Duta Palma

Kamis, 03 Oktober 2024 | 05:33

Din Syamsuddin Siap Bersaksi soal Pembubaran Paksa Diskusi

Kamis, 03 Oktober 2024 | 05:30

Pembelian BBM Subsidi Disarankan Pakai KTP

Kamis, 03 Oktober 2024 | 05:12

30 Polisi Diperiksa Buntut Kericuhan di Kemang

Kamis, 03 Oktober 2024 | 05:00

Tumpukan Duit Rp372 Miliar

Kamis, 03 Oktober 2024 | 04:51

Setahun Ngungsi, Korban Kebakaran Menteng Tempati Rumah Baru

Kamis, 03 Oktober 2024 | 04:25

Sekolah Gratis Jangan Kurangi Bobot Pelayanan Pendidikan

Kamis, 03 Oktober 2024 | 04:04

Penetapan Pimpinan MPR RI Digelar Kamis Pagi

Kamis, 03 Oktober 2024 | 04:01

Selengkapnya