Berita

Hukum

KPK Usul Parpol Dibiayai Negara, Apa Kata Abdullah Hehamahua

SELASA, 29 NOVEMBER 2016 | 15:48 WIB | LAPORAN:

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang menilai langsung atau tidak langsung dalam cara pemerintah membina partai, selain dari sisi anggaran, berkaitan erat terhadap banyaknya kader partai yang terjerat korupsi.

Belum lagi minimnya bantuan dari pemerintah, yang berpotensi membuat kader partai terjebak dalam prilaku transaksional.

"Ini semua banyak dipengaruhi karakter integritas orang per orang sebenarnya, namun keadaan menjadi lebih kompleks karena mesin partai tidak berjalan lancar bila resources-nya minim," ujar Saut kepada wartawan melalui pesan elektronik, Selasa (29/11).


Menurut Saut untuk mengurangi perilaku transaksional yang dilakukan kader partai, KPK merekomendasikan agar dana partai politik (parpol) dibiayai setengah oleh pemerintah.

"Itu sebabnya KPK sarankan agar pemerintah bantu mesin partai bergerak dengan asumsi mereka akan membatasi diri dari prilaku transaksional. Konstituen atau masyarakat akan melihat partainya sebagai sebuah institusional yang membanggakan," ujarnya.

Di kesempatan yang berbeda, mantan penasihat KPK, Abdulah Hehamahua berpendapat saran KPK itu justru kekeliruan. Terlebih 50 biaya mesin parpol yang harus ditanggung negara. Jumlah ini meningkat drastis, yakni dari subsidi 0,01 persen dari pemerintah untuk parpol menjadi 50 persen yang dimasukkan ke APBN.

Abdullah menerangkan, banyak variabel yang membuat tingginya biaya politik di Indonesia. ‎Di antaranya  UU Pilpres, UU Pemilu, UU Pilkada dan UU Kepartaian.

"Ini yang disebut sebagai korupsi politik. Memberi subsidi ke parpol, tak otomatis menghilangkan percaloan anggaran di DPR tanpa amandemen semua UU di atas. ‎Persoalan yang tidak kalah penting adalah kualitas SDM parpol dan sistem pengelolaan parpol yang sangat buruk turut menyuburkan percaloan anggaran di DPR," ujar ‎Abdullah melalui pesan singkat.

Abdullah mengingatkan, peningkatan dana parpol  bisa menjadi bumerang bagi KPK sendiri. Sebab, berpotensi digunakan ketua umum parpol untuk kepentingan pribadi dan mengurangi kerja mesin partai. Belum lagi kemungkinan tumbuh suburnya partai baru yang hanya mengharapkan dana tersebut cair ke pengurus-pengurusnya.[wid]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya