Pertumbuhan industri pada triwulan III-2016 mencapai 4,71 persen. Angka ini naik sedikit dibandingkan triwulan II. Penyebabnya adalah masih lesunya perekonomian global dan konsumsi dalam negeri.
Sekjen Kementerian PerinÂdustrian Syarif Hidayat menÂgatakan, pertumbuhan industri triwulan III juga lebih rendah jika dibandingkan dengan periÂode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,28 persen. "Lebih rendah juga dari pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,02 persen," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut dia, pendorong perÂtumbuhan ekonomi triwulan III adalah industri makanan dan minuman yang tumbuh 9,82 persen. Kemudian, industri kimia, farmasi dan obat tradisÂional yang tumbuh 8,99 persen, industri barang galian bukan logam yang tumbuh 7,28 persen, dan industri kulit, barang kulit dan alas kaki yang naik 6,94 persen.
Sedangkan industri komputer barang elektronik dan peralaÂtan listrik tumbuh 6,2 persen. "Industri mamin yang tumbuh tinggi," ujarnya.
Hingga akhir tahun ini, Syarif melihat, tren pertumbuhan industri tidak akan berbeda jauh. Karena tren pertumbuhan ekonomi global memang masih lesu. "Ekonomi dunia belum gerak. Jadi tumbuh 5 persen saja sudah bagus karena pertumbuÂhan ASEAN dan China tidak lebih bagus," katanya.
Ketika ditanya apakah paket kebijakan ekonomi pemerintah belum bisa mendorong pertumbuhan industri, dia mengatakan, selama ekonominya belum baik akan sulit maksimal. Misalnya, perizinan dipercepat, tapi pasar Amerika, Eropa, Jepang, dan China lesu tetap saja sulit untuk meningkatkan pertumbuhan.
Dia juga mengatakan, sedang merevisi target pertumbuhan industri tahun depan dengan tenaga ahli. Sebab, target 7 persen terlalu tinggi dengan konÂdisi ekonomi dunia yang belum pulih ini. "Sekitar 6 persen tahun depan menyesuaikan dengan kondisi," paparnya.
Menurutnya, seharusnya perÂtumbuhan industri harus lebih tinggi dibandingkan pertumbuÂhan ekonomi. Karena industri memang harus menjadi penÂdorong pertumbuhan ekonomi. "Kalau industrinya susah, perÂtumbuhan ekonominya juga susah," katanya.
Untuk mendorong pertumÂbuhan industri, kata Syarif, konsumsi dalam negeri kudu didorong. Namun, itu pun tidak mudah karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dipangkas. Padahal, di sana ada belanja pemerintah yang bisa mendorong konsumsi dan ekonomi, seperti pembanguÂnan infrastruktur.
"Kita berharap pada belanja infrastruktur. Apalagi jika semua produksi dalam negeri, seperti semen dan baja diserap, tentu pertumbuhan industri akan menÂingkat lagi," tukasnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani tidak heran dengan masih lemahnya pertumbuhan industri triwulan III. Pasalnya, pasar dalam negeri dan ekspor memang sedang lesu.
Belum lagi, kata dia, industri negara lain juga kapasitas produkÂsinya banyak yang tidak terserap karena pelemahan pasar ini. AkiÂbatnya, barang mereka banyak membanjiri pasar kita. Misalnya, barang-barang dari China.
"Ini tentu semakin menekan industri kita," katanya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Untuk mendorong pertumbuÂhan industri, kata dia, pemerinÂtah harus mendorong pertumbuÂhan ekonomi. Caranya dengan menggunakan produk-produk dalam negeri. "Jika itu bisa, maka pertumbuhan industri masih bisa terbantu," jelasnya.
Terkait dengan penurunan harga gas, menurutnya, tidak akan langsung membantu perÂtumbuhan industri. Kenapa begitu? Karena selama pasarnya masih lesu, mau di jual kemana produknya. Karena itu, solusinya adalah tingkatkan konsumsi daÂlam negeri. ***