Publik media sosial kembali menyoroti dua tahun kinerja Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang dinilai mengecewakan. BanÂyak pihak memberi rapor merah terhadap kinerja politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini.
Indonesia Corruption Watch (ICW) telah mengeluarkan rilis tentang penilian kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) selama dua tahun dipimpin Prasetyo. ICW memberikan rapor merah kepaÂda Kejaksaan Agung (Kejagung). Selama dua tahun kepemimpinan Prasetyo, Kejagung hanya sedikit menyelesaikan kasus korupsi.
Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch, Akbar Hidayatullah, juga berpendapat sama. Dia menyoroti reformasi birokrasi Kejaksaan yang tidak sesuai harapan. Kata Akbar, sistem rekrutmen, pendidikan, muÂtasi dan promosi pejabat di Korps Adhyaksa tidak memiliki tolok ukur yang jelas.
"Tentu saja hal ini berpengaruh dari kualitas kinerja kejaksaan secara keseluruhan," ujar Akbar Hidayatullah.
Hal itu, kata dia, terlihat dari adanya pengusulan pemecatan sejumlah jaksa berprestasi. Dia berÂpendapat, hal itu terjadi karena figur Muhammad Prasetyo yang berlatar belakang politisi.
Menurut dia, banyak sumber daya manusia potensial, yang seÂharusnya dapat berkontribusi bagi organisasi Kejaksaan. Akan tetapi, kata dia, SDM yang potensial itu tidak didukung promosi dan mutasi di lingkungan Kejaksaan. Hal itu, kata dia, menjadi bukti merit system belum transparan dan terukur secara objektif.
Akbar juga menyesalkan sikap Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang seolah alergi terhadap kritik mengenai catatan buruk kinerjanya selama dua tahun. Padahal, lanjut dia, kritik merupakan masukan positif bagi Kejaksaan.
"Jika dikritik rakyat saja tidak mau, dan justru bersikap melindungi diri sendiri, lalu sebenarnya Jaksa Agung ini bekerja untuk siapa? Sangat lah wajar bila tingkat keperÂcayaan rakyat terhadap Pemerintah Jokowi akan terpengaruh. Ingat suara LSM adalah suara masyarakat juga," tandasnya.
Sementara itu, pada media sosial Twitter, netizen juga menyoroti kinerja Jaksa Agung.
Misalnya, akun @mtmuis bilang, kinerja bagus Jaksa Agung M Prasetyo hanya terlihat ketika baru dilantik. Setelah itu, kinerjanya terÂlihat melempem. "Pak Jaksa Agung cuma di awal doang agak bergigi, seterusnya cuma melempen dan macan ompong doaaangggg. Nol besar," cuitnya.
Akun @hatisenang23 minta Presiden mengganti Jaksa Agung. Dia menyarankan Presiden menjadikan bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, menjadi Jaksa Agung, "Antasari azhar aja jadi Jaksa Agung."
Akun @laskarhati mengaku tidak kaget Jaksa Agung terus mendapat sorotan publik. Apalagi, Jaksa Agung saat ini berasal dari partai politik. "Jaksa Agaung dari Partai Nasdem sih, ada-ada aja," sesalnya.
Akun @mattarawu menambahkan, memilih Jaksa Agung berlatarbelakang politisi, maka kualitasnya tidak sebaik dibanding berlatarbeÂlakang profesional, "Politikus mah tidak ada yang jujur bang."
Akun @herrywiryono menjelasÂkan, salah satu penilaian buruk terhadap Jaksa Agung yaitu tuntuÂtan ringan dalam perkara korupsi. "Masyarakat sudah bisa menilai, bandingkan tuntutan jaksa KPK terhadap koruptor dengan jaksa Kejaksaan Agung. Ingat, Allah SWT Maha Mengetahui apa yang diperbuat hamba," cuitnya.
Akun @rakhmatefendi67 meÂnyebutkan, pemberian rapor merah terhadap kinerja Jaksa Agung sangat wajar, "Raport lebih merah kali seharusnya."
Akun @mugeratax menilai, Jaksa Agung M Prasetyo cenderung berpihak kepada rekan politiknya. Namun, tajam kepada lawan politik. "Jaksa kali ini kan spesial lawan-lawan politik dan target politik. Yang dekat dengan kekuasaan mana disentuh," nilainya.
Ada juga netizen yang berharap Jaksa Agung M Prasetyo menyamÂpaikan respons terhadap penilaian publik atas kinerjanya. "Ditunggu tangapannya Kejaksaaan. Any way make sense kok raportnya merah seperti alasan-alasan yang disampaiÂkan ICW," kata akun @153ng.
Sebelumnya, ICW menganggap kinerja Kejaksaan Agung selama dua tahun di bawah kepemimpinan Prasetyo, belum memuaskan. Pada tahun pertama, ICW juga mengkriÂtik Kejaksaan Agung dengan nilai yang sama.
Dalam pantauan ICW, dua tahun terakhir Kejaksaan Agung menangani 24 kasus korupsi dengan melibatkan 79 tersangka dan menimbulkan keruÂgian negara Rp 1,5 triliun.
Dari 24 kasus itu, sekitar 67 persen atau 16 kasus korupsi masih di tingkat penyidikan. Sedangkan kasus korupsi yang naik ke penunÂtutan hanya sekitar 33 persen. Tak sedikit kasus yang dihentikan di tingkat penyidikan.
Selain itu, ICW juga menganggap tuntutan hukuman untuk koruptor masih ringan, sehingga hukuman yang dijatuhkan hakim pun lebih rendah daripada tuntutan. Kemudian, kualitas sumber daya manusia yang rendah. Masih banyak jaksa yang ditangkap karena melakukan peÂmerasan kepada terdakwa ataupun menerima suap.
Jaksa Agung M Prasetyo meÂnanggapi dingin saat diminta warÂtawan merespons penilaian ICW. Menurut dia, ICW tidak memaÂhami apa yang terjadi di internal Kejaksaan dan apa saja target yang sudah dicapai. ***