Berita

Joko Widodo/net

Politik

Presiden Jokowi, Ada Apa Dengan Bangsa Kita?

SABTU, 19 NOVEMBER 2016 | 10:56 WIB | OLEH: JOHAN O. SILALAHI

BANGSA Indonesia sungguh beruntung pernah punya pemimpin yang sangat filosofis seperti Presiden Soekarno.

Pancasila adalah ideologi pemersatu bangsa yang dicatat dalam tinta emas sejarah sebagai salah satu karya abadi yang disumbangkan olehnya. Dengan semua kelebihan dan kekurangannya, Bung Karno juga telah berjasa mengingatkan agar bangsa Indonesia jangan pernah sekalipun melupakan sejarah.

Tentunya Bung Karno sudah berpikir panjang dan mendapatkan gambaran yang jauh ke depan, hingga ia sampai menggulirkan pemikiran tentang 'jas merah' ini. Bangsa yang berani melupakan sejarah harus bersiap akan dikutuk oleh sejarah. Tentu saja Pemimpin yang selalu melupakan sejarah, pasti akan ikut dikutuk oleh sejarah. Bukan kenangan indah dan karya abadi yang akan dikenang di masa depan, tetapi berbagai kenangan buruk yang akan selalu muncul dalam catatan sejarah peradaban bangsa kita.

Bangsa Indonesia juga beruntung pernah punya punya pemimpin kharismatik seperti Presiden Soeharto. Pemimpin berlatar belakang militer dengan segala kelebihan dan kekurangannya ini, mengingatkan bangsa Indonesia untuk guyub bersatu dalam payung ideologi Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Pak Harto juga selalu mengedepankan pentingnya stabilitas dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan negara. Bangsa Indonesia harus memiliki Ketahanan Nasional dan stabilitas yang kokoh dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, dan pertahanan keamanan. Doktrin Ketahanan Nasional, Wawasan Nusantara dan Keutuhan NKRI, menjadi karya abadi dan dicatat dengan tinta emas sejarah sebagai peninggalan Presiden Soeharto bagi bangsa Indonesia.

Sebagai salah satu konseptor awal yang membantu sampai terpilihnya Presiden Jokowi berpasangan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sungguh perasaan saya sekarang miris dan gundah gulana. Tidak habis-habisnya saya mengingatkan Presiden Jokowi dan seluruh jajaran pemerintahannya, begitu dilantik memimpin bangsa dan negara maka saat itu juga Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla harus menjadi pemimpin bagi semua orang. Bukan hanya menjadi pemimpin bagi kelompok pendukungnya. Bukan hanya pemimpin bagi orang-orang yang memuja dan memuji dirinya.

Presiden Jokowi tidak boleh terus terbuai dengan euforia masa kampanye dulu, terus terlena dengan kenikmatan dielu-elukan kelompok relawan pendukungnya. Polarisasi dua kutub yang sangat tajam antara kelompok pendukung Jokowi dengan kelompok pendukung Prabowo harus disudahi segera. Presiden Jokowi harus bisa menjadi pemimpin yang arif, adil dan bijaksana bagi semuanya.

Cukuplah sudah kelompok-kelompok pendukung pada masa kampanye mengantarkan Presiden Jokowi sampai di gerbang Istana Negara. Selanjutnya mereka harus melebur kembali jadi satu dengan seluruh rakyat Indonesia. Tidak boleh ada lagi polarisasi dan pembedaan antara satu dengan yang lainnya.

Patut disayangkan dan sangat disesalkan, Presiden Jokowi malah ikut larut dan terus menikmati suasana masa kampanye dulu. Tidak terhitung sudah pertemuan demi pertemuan, acara demi acara yang terus dihadiri oleh Presiden Jokowi dengan kelompok relawan pendukungnya. Seakan-akan Presiden Jokowi hanyalah pemimpin bagi elemen masyarakat yang dahulu mendukungnya. Faktor ini juga yang membuat saya selalu menahan diri tidak mau ikut tampil dalam barisan relawan Jokowi-JK. Sudah pasti semua ini salah kaprah dan akan menjadi bom waktu yang bisa meledak setiap saat.

Tanda-tandanya sudah mulai bisa kita lihat dan rasakan. Demonstrasi umat Islam Indonesia yang terus bergulir salah satu indikatornya. Bisa kita pahami bahwa pasti ada kekecewaan masyarakat kita kepada pemimpinnya, sehingga jutaan dari mereka sampai datang berbondong-bondong menuju Istana Negara. Tentunya ada rasa saling tidak percaya yang jadi jurang pemisah antara rakyat dengan pemimpinnya. Artinya kepercayaan rakyat kepadanya dan wibawa Presiden Jokowi sedang dipertaruhkan.

Sejarah sedang mencatat, bangsa kita semakin terperosok lebih dalam lagi karena kelompok relawan pendukung Jokowi-JK malah ikut-ikutan mengumpulkan massa tandingan. Seakan-akan siap berbenturan dengan mengedepankan kepentingan kelompok dan golongannya. Semakin jauh dari ideologi Pancasila dan semboyan bangsa Kita Bhinneka Tunggal Ika.

Seharusnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa, Presiden Jokowi wajib membubarkan semua pengelompokan ini. Meleburnya kembali menjadi satu, dengan semangat persatuan dan kesatuan Indonesia.

Dalam forum Rembug Nasional Dua Tahun Jokowi-JK bulan Oktober lalu, saya sampaikan saran agar Pemerintahan Jokowi-JK sungguh-sungguh mengingat sejarah. Polarisasi antara kelompok pendukung dan bukan kelompok pendukung harus disudahi segera. Juga keberpihakan nyata hampir semua media kepada Pemerintah sangat berbahaya, bisa menjadi obat bius yang meninabobokan pemerintahan Jokowi-JK. Hampir semua berita media cenderung menyampaikan cerita yang baik-baik saja kepada kita semua. Fungsi media sebagai salah satu sarana kontrol publik tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tidak ada satupun manusia yang bisa maju jika tidak pernah mau bercermin terhadap dirinya. Jangan sampai terjadi karena wajah buruk, maka cermin yang dibelah. Rezim otoriter yang mengontrol sepenuhnya seluruh media sudah terbukti gagal dalam catatan sejarah bangsa kita.

TNI-Polri Tidak Akan Pernah Melupakan Sejarah

Kebijakan yang sangat ambisius dalam pembangunan infrastruktur yang sedang dijalankan oleh Presiden Jokowi bisa menjadi buah simalakama. Jika dimakan Bapak yang mati, jika tidak dimakan Ibu yang mati. Jika tidak dijalankan dan dibangun, ketertinggalan infrastruktur kita dalam jangka panjang mustahil bisa mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tetapi harus hati-hati juga ada hal lain yang lebih penting yang tidak boleh dilupakan. Kesenjangan sosial dan kesenjangan ekonomi di antara seluruh rakyat kita sudah berada dalam ambang bahaya.

Tentu faktor ini ikut memicu mengapa sampai terjadi jutaan rakyat Indonesia berdemonstrasi ke Istana Negara. Masalah penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta hanya salah satu pemicunya. Ibarat bom waktu, masalah apa saja bisa menjadi pemicu ledakannya. Apalagi jika yang disinggung masalah aqidah dan agama. Jangan berharap rasionalitas bisa berjalan di sana. Jangan pernah sekalipun berani mengutak-atik hubungan pribadi kita masing-masing umat manusia dengan Tuhan Sang Pencipta.

Saat ini kita seluruh elemen bangsa Indonesia sedang diuji oleh sejarah. Ujian kepada bangsa kita datang dari seluruh penjuru mata angin. Ada berbagai agenda dan 'hidden agenda' yang sangat berbahaya bagi bangsa Indonesia ke depan. Ada agenda yang berasal dari masalah domestik kita dan ada juga 'hidden agenda' yang sedang dimainkan oleh bangsa lain kepada bangsa Indonesia.

Kita semua wajib mendukung sepenuhnya, serta waspada dan melakukan perlawanan terhadap semua 'hidden agenda' yang sudah disampaikan dimana-mana oleh Saudara Kita Gatot Nurmantyo sebagai Panglima Tentara Rakyat Indonesia.

Sepenuh jiwa dan raga kita yakin dan percaya, TNI dan Polri tidak akan pernah sekalipun melupakan sejarah. TNI dan Polri berasal dari rakyat dan hanya untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia. Sudah tentu tidak ada doktrin yang lain, hanya ada satu-satunya doktrin Sishankamrata yang selalu diingat oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan seluruh prajuritnya.

Jangan pernah berani siapapun dan apapun jabatannya, mencoba memisahkan TNI dan Polri dari rakyat Indonesia. Jika sampai berani, maka bersiap-siaplah Ia akan dikutuk oleh sejarah. [***]

Penulis adalah Pendiri Perhimpunan Negarawan Indonesia


Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya