Studi perpajakan yang diÂlakukan Bank Dunia dan Price Waterhouse Cooper (PwC) meÂnyebutkan, tingkat kepatuhan membayar pajak di Indonesia berada di peringkat 104 dari 190 negara yang diteliti. IndoÂnesia naik 44 level dibandingÂkan dengan posisi tahun lalu yang berada diurutan ke 148.
Dengan posisi itu, IndoneÂsia mengungguli Thailand di peringkat 109 dan Vietnam ke-167. Namun, peringkat Indonesia tersebut masih kalah dari Singapura yang berada di peringkat 8 dan Malaysia ke-61.
Dalam studi Paying Taxes 2017, Bank Dunia dan PwC membandingkan rezim perÂpajakan 190 negara di dunia, menggunakan data perpajakan lebih dari 10 tahun. Jumlah negara yang menjadi objek penelitian bertambah satu, dari sebelumnya hanya 189 negara yang diteliti pada studi Paying Taxes 2016 dan 2015.
Tax and Legal Services Leader PwC Indonesia Ay TjhÂing Phan menilai, melesatnya peringkat Paying Taxes IndoÂnesia berkat digitalisasi sistem perpajakan dan elektronifikasi sistem jaminan sosial.
"Perubahan itu membuat sistem perpajakan lebih efisien dan pemeriksaan dan pemunÂgutan pajak semakin mudah," ujarnya di acara
Global Launch of the 11th Edition of Paying Taxes di Jakarta, kemarin.
Phan mengungkapkan, meÂlihat sistem perpajakan 2015, ada 43 jenis pembayaran paÂjak di Indonesia. Jumlah itu terbanyak di ASEAN yang rata-rata hanya 26 jenis dan di dunia rata-rata hanya sebanyak 25 jenis. Semua itu mencakup jenis pajak atas pendapatan usaha, pajak penghasilan tenaÂga kerja, dan pajak lainnya.
Namun demikian, Bank Dunia maupun PwC menilai sudah ada perbaikan dari sisi waktu pengurusan pajak (221 jam) berkat penggunaan sistem elektronik. Sementara untuk proses pasca pembayaran paÂjak, termasuk restitusi dan lainnya, Indonesia mendapÂatkan poin 76,49 atau di atas poin rata-rata kawasan Asia-Pasifik yang hanya 47 (nilai terbaik 100).
Mengingat keterbatasan metodologi yang dipakai untuk mendapatkan perbandingan internasional, lanjut Phan, ada beberapa upaya tertentu yang sebenarnya cukup berdampak luas, tidak tercermin dalam studi ini. Seperti kebijakan pajak final 1 persen bagi waÂjib pajak kecil dan kewajiban melakukan pembayaran pajak secara elektronik. Dampak dari reformasi ini mungkin baru akan terlihat pada tahun-tahun mendatang.
Phan berharap, reformasi perpajakan di Indonesia bisa terus berlanjut berbekal keÂsuksesan program pengamÂpunan pajak. "Keberhasilan program pengampunan pajak mencerminkan semakin berÂtumbuhnya kepercayaan wajib pajak terhadap pemerintah Indonesia," ungkapnya.
Selain itu, dia menilai, renÂcana revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU PaÂjak Penghasilan, dan UU Pajak Pertambahan, dapat membuat perpajakan Indonesia semakin baik. ***