Kekecewaan Habil Marati soal keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) kubu Djan Faridz mendukung calon petahana Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat dalam Pilkada DKI 2017 blunder dan tidak beralasan.
Begitu dikatakan Waketum PPP, Epriyadi Asda dalam perbincangan dengan redaksi Kantor Berita Politik RMOL, Rabu malam (19/10).
Dia tekankan, keputusan untuk mendukung Ahok-Djarot adalah suara mayoritas yang didapatkan dari hasil musyawarah oleh seluruh pengurus DPW PPP se-Indonesia.
"Jadi begini, kalau kecewa itu urusan dia. Yang pasti keputusan partai tidak bisa diganggu gugat. Ini bukan perusahaan, yang bisa diurus sendiri," tegasnya.
"Di dalam azaz musyawarah mufakat, beda pendapat adalah hal yang wajar. Namun ketika keputusan yang sudah diambil tidak diikuti dia (Habil) bisa mundur. Karena keputusan tersebut diambil berdasarkan suara mayoritas. Kalau orang pernah di organisasi, dia akan mengerti tentang hal ini."
Selama bergabung dalam kepengurusan PPP, kata Epriyadi, Habil terkesan tidak produktif. Semua pengurus PPP juga kurang simpatik dengannya karena tidak pernah terlibat langsung menjalankan program-program partai kabah.
"Habil selalu
Mbalelo. Dia tidak bisa dipegang," jelasnya.
Oleh karena itu, Epriyadi meminta Habil untuk
gentle mengungkapkan kekecewaannya langsung kepada Djan Faridz dan seluruh pengurus PPP di dalam rapat, bukan malah berkoar-koar di media.
"Harusnya dia ngaca, siapa dia. Kalau dia
gentle, ngomong langsung dalam rapat ke Pak Djan dan pengurus. Jangan cuma berani ngoceh di media," tandasnya.
Sebelumnya, Habil yang mengaku menjabat wakil ketua umum PPP kubu ‎Djan Faridz mengaku kecewa dengan keputusan DPP yang mendukung calon petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilkada DKI Jakarta 2017. Habil pun berencana mengumpulkan segenap pengurus DPP PPP untuk menggulingkan kepemimpinan Djan Faridz.
[sam]