Berita

Johan O Silalahi

Politik

Ahok, Arcandra dan Kenegarawanan Presiden Kita

KAMIS, 13 OKTOBER 2016 | 21:21 WIB | OLEH: JOHAN O. SILALAHI

INDONESIA negeri Kita yang indah ini, menjalani pertumbuhan kebangsaannya ibarat gelombang di lautan. Bergulung, bergelora, pasang dan surut. Perjalanan bangsa Indonesia, sejak proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 hingga kini, ibarat 'roller coaster'. Menanjak, berputar, berkelok-kelok, naik dan turun.

Sampai saat ini, Kita harus mengakui bahwa bangsa ini masih terus berkutat dengan berbagai masalah yang luar biasa kompleksnya. Semuanya ini menjadi tanggung jawab Kita bersama, pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia.

Untuk mengurai masalah bangsa dan negara Kita yang luar biasa kompleksnya, Kita harus punya pemimpin tertinggi seorang negarawan sejati. Apapun yang terjadi, sang Presiden harus menomorsatukan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan segala-galanya. Kepentingan bangsa dan negara, harus bisa mengalahkan kepentingan pribadi, keluarga, maupun kelompok, apalagi partainya.

Salah satu adagium yang sangat terkenal disampaikan filsuf Eropa Lord Acton, 'Power tend to corrupt. Absolute power, corrupt absolutely'. Artinya, kekuasaan itu cenderung disalahgunakan, tidak peduli siapapun orangnya. Kita harus sadari bahwa untuk bisa mengurai masalah bangsa dan negara ini, seperti mencari air di gurun pasir. Sangat sulit mencari jejaknya.

Namun, dengan keterbukaan informasi, maka Kita semua bisa membangun rasa saling percaya. Bukankah keterbukaan dan tranparansi, menjadi ciri khas dari bangsa dan negara yang maju? Ya, sudah tentu keterbukaan informasi dan tranparansi merupakan tulang punggung dari masyarakat madani, yang selalu ada pada semua bangsa dengan peradaban yang maju.

Selain itu, yang tidak kalah pentingnya untuk bisa mengurai masalah bangsa dan negara Kita, hukum harus ditegakkan kepada siapapun. Dimulai dari orang nomor satunya. Siapapun yang menjadi Presiden Indonesia, harus bisa menjadi teladan dalam penegakan hukum di Indonesia. Penegakan hukum di negeri Kita sekarang ini, ibarat menegakkan benang basah.

Untuk bisa mengatasi kompleks dan ruwetnya penegakan hukum di Indonesia, maka Presiden Indonesia sebagai pemimpin tertinggi negara, harus bisa menjadi contoh bagi seluruh pemimpin dibawahnya. Dengan selalu taat dan patuh pada hukum, maka Presiden sebagai pemimpin tertinggi negara akan selalu dipercaya serta memiliki wibawa. Untuk mengontrol dan mengawasi jalannya penegakan hukum di Indonesia.

Ahok dan Arcandra Tahar, Bisa Membawa Petaka

Presiden Jokowi tidak habis-habisnya diuji sikap kenegarawanannya. Demonstrasi dan protes umat Islam di Indonesia masih bergelora dan membara kepada Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dahulu, kala dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, maka saat itu juga Presiden Jokowi harus melepaskan semua sejarah masa lalunya. Keterikatan batinnya, atau kaitan usahanya dengan siapapun, bahkan janjinya kepada siapa saja, semuanya harus mengalah, kepada kepentingan bangsa dan negara Kita.

Presiden Jokowi dipaksa oleh sumpah dan janjinya kepada bangsa dan negara, untuk menjadi contoh dan teladan bagi seluruh rakyat Indonesia. Presiden Jokowi harus bisa melepaskan diri dari tekanan siapapun, dengan menjaga jarak yang sama kepada seluruh pejabat bawahannya di seluruh Indonesia. Presiden Jokowi harus memperlakukan sama seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota di Indonesia. Presiden Jokowi juga harus berlaku sama kepada seluruh Menteri-Menterinya.

Presiden bersama semua bawahannya, harus mengabdikan diri sepenuhnya untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Tugas dan tanggung jawab sebagai Presiden Republik Indonesia, menuntut Presiden Jokowi untuk berlaku sama dan merangkul seluruh calon Kepala Daerah di Indonesia. Apalagi di Ibukota Jakarta, Ahok dan Djarot, Anies dan Sandiaga serta Agus H Yudhoyono dan Sylviana, harus mendapat perlakuan dan perhatian yang sama darinya. Siapapun yang akan terpilih, akan menjadi mitra dan juga bawahannya dalam mengemban amanat dari seluruh rakyat Indonesia.

Apalagi ketiganya berpeluang sama, bisa menjadi pemenang dalam Pilgub DKI Jakarta. Hanya sayangnya, sekarang Ahok perlu mendapat perhatian khusus dan serius, karena bisa membawa petaka. Jika masalahnya dengan umat Islam di Indonesia tidak ketemu ujung pangkalnya, maka Ahok menjadi beban dan masalah bagi Presiden Jokowi dan seluruh rakyat Indonesia.

Kemudian sekarang, masalah Arcandra Tahar hendak muncul kembali di depan mata. Pengangkatan Arcandra Tahar menjadi Menteri ESDM beberapa waktu lalu, masih segar dalam ingatan rakyat Indonesia. Karena ketidakjujuran Arcandra Tahar serta kelalaian lingkaran intinya, Presiden Jokowi harus menanggung malu dan menerima petaka. Selama 20 (duapuluh hari) mengangkat Arcandra jadi Menterinya, selama itu pula Presiden Jokowi melanggar Konstitusi UUD 45. Tentu juga melanggar 3 peraturan hukum lainnya, yakni UU Kementerian Negara, UU Keimigrasian dan UU Kewarganegaraan.

Pengakuan dari orang dalam Istana lewat berita di media, Arcandra dicalonkan kembali jadi Menteri ESDM. Wibawa dan kepercayaan rakyat pada Presiden Jokowi menjadi pertaruhannya. Seperti tidak ada lagi anak bangsa yang lain yang pantas dipercaya untuk menjadi pembantunya. Tidak tanggung-tanggung, orang yang sudah pernah bersumpah setia menjadi warga negara Amerika, diberi amanah menjadi Menteri ESDM. Mengurus dan mengelola seluruh sumber daya alam yang menjadi kekayaan terbesar bangsa dan negara Kita.

Semoga saja Presiden Jokowi sadar dan selalu waspada. Dalam medan pertempuran, jebakan dan ranjau selalu dibuat kasat mata. Analogi yang persis sama berlaku juga dalam politik. Yang mana kawan dan yang mana lawan, juga kasat mata. Tidak mudah mata Kita membedakannya. Presiden Jokowi perlu ekstra waspada, Arcandra Tahar bisa membawa petaka. [***]

Penulis adalah Pendiri Perhimpunan Negarawan Indonesia

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya