Pembacaan pledoi Jessica haru biru. Membacakan pledoi tulis tangan selama 12 menit, terdakwa kasus "kopi sianida" yang menewaskan Wayan Mirna Salihin ini terus terisak. Ayah Mirna, Darmawan Salihin menyebut, air mata Jessica air mata buaya.
Sidang pledoi dibuka Ketua Majelis Hakim Kisworo pada pukul 13.15 WIB. Jessica memasuki ruang sidang dengan membawa tas berwarna hitam. Mengenakan kemeja putih, celana bahan hitam, dan kacamata, Jessica langsung duduk di kursi pesakitan. Dari dalam tasnya, dia mengeluarkan beberapa lembar kertas. Kertas-kertas itu adalah pledoi alias nota pembelaannya yang ditulis tangan.
Kemudian, dia berdiri. Tangan kanannya memegang mikropon, sementara tangan kirinya memegang pledoi. Rambutnya digerai.
"Saya di sini karena saya dituduh meracuni teman saya, Mirna. Saya tidak pernah menyangka, pertemuan di tanggal 6 Januari tersebut adalah saat terakhir saya bertemu Mirna," Jessica mengawali pledoinya dengan nada lirih. Nafasnya tersengal-sengal.
"Selama ini saya diberikan kekuatan yang luar biasa untuk menghadapi cobaan ini." Usai membaca kalimat itu, Jessica berhenti sejenak. Dia mulai terisak. Pengunjung sidang yang biasa berisik, kali ini diam. Suasana ruang sidang begitu hening.
Tiga detik menenangkan diri, Jessica membaca lagi. Dia mengenang sosok Mirna. Di matanya, Mirna adalah teman yang baik, ramah, rendah hati, dan jujur pada semua temannya. Selain itu, Mirna juga disebutnya humoris, kreatif, dan pandai.
Meski Jessica jarang bertemu Mirna karena tinggal beda negara, tetapi ketika bertemu, Jessica betah ngobrol dan bercanda berjam-jam dengannya.
Hal itu sangat berbanding terbalik dengan keluarga Mirna yang ternyata, menurut Jessica, siap menekan serta mengintimidasi siapapun yang mereka percaya berbuat hal yang buruk.
"Itu membuat saya berpikir, apakah mereka menjadi jahat karena kehilangan Mirna, atau apakah mereka kehilangan Mirna karena mereka jahat," ujarnya, terbata-bata. Jessica kemudian menegaskan, dirinya tidak membunuh Mirna.
Setelah itu, dia mewek lagi. "Sehingga tak ada alasan untuk memperlakukan saya seperti sampah," ujarnya sambil tersedu-sedu. Kali ini, butuh 10 detik untuk menenangkan dirinya.
Masih sambil terisak, Jessica menyatakan, dirinya juga merasa kehilangan Mirna. Namun, dia justru malah dituduh membunuh temannya itu.
"Yang mulia saya tidak tau bagaimana mengungkapkan perasaan ini dengan kata-kata," imbuhnya. Hakim Kisworo terus memperhatikannya dengan tatapan dingin.
Sepanjang membaca pledoinya, Jessica tak menatap majelis hakim. Matanya menatap lurus ke arah nota pembelaan yang dipegangnya. Jessica hanya membaca apa yang tertulis dalam nota pembelaan, dengan nada datar. Dia tak menghafal, atau melakukan improvisasi.
Jessica mengungkapkan penyesalannya. "Seringkali saya berpikir, apa ada hal yang bisa saya lakukan lebih baik di hari itu untuk mengubah selamanya, semuanya," ujarnya.
Setidaknya, 7 kali dalam pledoinya dia membantah melakukan pembunuhan terhadap Mirna. Terakhir, dia meminta majelis hakim memahami perasaannya dan menilai karakternya. Dia berharap majelis hakim bisa menilai dengan hati yang arif dan bijak. Lalu, menegakkan hukum seadil-adilnya.
"Saya bersumpah kalau saya bukan seorang pembunuh, dan saya bisa bisa berdiri di sini dengan tegar dan kuat, bukti Tuhan bersama kita semua," tutup Jessica setelah membaca pledoi selama 12 menit. Setelah itu, giliran kuasa hukum Jessica yang digawangi Otto Hasibuan membacakan pledoi. Tak main-main, tebal pledoinya mencapai hampir 4 ribu halaman. Pledoi itu disusun selama seminggu.
Otto meminta izin kepada majelis hakim untuk membacakan poin-poinnya saja. Permintaan itu disetujui.
Sepanjang mendengar pledoi dari kuasa hukumnya, Jessica terus menengok ke kanan, menyimaknya. Wajahnya masih terlihat sedih. Matanya agak sembah. Kadang dia terlihat menghela nafas. Kadang tersenyum kecil. Misalnya saat Otto bilang, semoga arwah Mirna ditempatkan di tempat yang tinggi.
Otto juga menyebut, dukungan terhadap Jessica terus mengalir. Yang semula menghujat, kini berbalik mendukung.
"Meski banyak yang dibully awalnya, kini orang yang tidak dikenal, dari Amerika, Dumai, Wonogiri, hingga Australia mendukung dan menyatakan dukungan terhadap Jessica," tutur Otto.
Bahkan setiap harinya tidak kurang dari 150 surat elektronik masuk yang berisikan dukungan moril untuk Jessica. Para pendukung ini dari berbagai macam profesi. Mulai dari masyarakat biasa hingga dokter WHO.
Pledoi baru dibaca seperempat, sidang diskors pukul 18.30 WIB sore dan dibuka kembali pukul 19.30 WIB. Pukul 21.20 WIB, hakim Kisworo meminta waktu break, hanya 5 menit. Hingga pukul 21.30 WIB, pembacaan pledoi belum selesai.
Sementara itu, ayah Mirna, Darmawan Salihin hakul yakin Jessica yang membunuh putrinya. Dia tetap berkeyakinan dari CCTV, Jessica melakukan sejumlah gerakan mencurigakan. Dia menyebut tangisan Jessica hanya airmata buaya.
"Bagaimana dia bersikap tenang seperti tidak ada emosi ketika dikomentari seperti itu minggu kemarin. Kemudian, minggu depan dia nangis. Iya kan, lucu, mungkin dia mau mencari simpati publik. Itu airmata buaya," tegas Darmawan.
Menurutnya, jika Jessica sampai lepas dari jeratan hukum, Indonesia akan dipandang rendah oleh dunia internasional. "Kalau bebas, Jessica di luar negeri bakal bilang, 'yah hukum Indonesia bisa gua kibulin', mampus nggak tuh," tandasnya. ***