RMOL. Staf pada kantor pengacara Wiranatakusumah Legal & Consultant Ahmad Yani didakwa bersama-sama dengan bosnya Raoul Adhitya Wiranatakusumah menyuap dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yaitu Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya. Uang suap disampaikan melalui Muhammad Santoso selaku panitera pengganti PN Jakpus.
Jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pulung Rinandoro menjelaskan, keduanya telah melakukan atau turut serta memberi atau menjanjikan uang berjumlah SGD 28.000 kepada Hakim Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya melalui Muhammad Santoso.
"Uang itu diberikan dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara perdata Nomor 503/PDT.G/2015/PN.JKT.PST," ujarnya saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta (Rabu, 12/10).
Diketahui, Hakim Partahi Tulus Hutapea merupakan ketua majelis hakim yang mengadili perkara tersebut. Perkara itu merupakan gugatan wanprestasi yang diajukan PT Mitra Maju Sukses (MMS) terhadap PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) yang didaftarkan pada 29 Oktober 2015.
"Setelah beberapa kali dilakukan proses persidangan, pada 4 April 2016 Raoul Adhitya Wiranatakusumah selaku kuasa hukum pihak tergugat menghubungi Muhammad Santoso dan menyampaikan keinginannya untuk memenangkan perkara tersebut yaitu agar majelis hakim menolak gugatan dari PT MMS," jelas Jaksa Pulung.
Pada awal Juni, Ahmad Yani diperkenalkan oleh Raoul kepada Santoso karena Raoul hendak ke luar negeri. Perkenalan itu dilakukan agar nantinya Ahmad Yani dapat memantau perkembangan penanganan perkara tersebut.
Kemudian pada 17 Juni 2016, Raoul menemui Santoso di PN Jakpus dan menjanjikan uang SGD 25.000 agar majelis hakim menolak gugatan. Sementara itu, uang SGD 3.000 dijanjikan Raoul untuk Santoso sebagai bagian dari perannya sebagai perantara. Setelah kesepakatan tercapai, Ahmad Yani menemui Raoul untuk mengambil uang Rp 300 juta dari rekening Raoul. Uang lalu ditukarkan Ahmad Yani menjadi SGD 30.000 dalam pecahan SGD 1.000 dan sisanya Rp 3 juta.
Atas perintah Raoul, uang dipisah menjadi dua yaitu SGD 25.000 dan SGD 3.000. Sebanyak SGD 25.000 dimasukkan ke dalam amplop putih bertuliskan kode HK yaitu untuk Partahi dan Casmaya, dan uang SGD 3.000 dengan kode SAN pada amplom untuk Santoso.
Kemudian pada 30 Juni 2016, gugatan perdata itu dinyatakan oleh majelis hakim bahwa gugatan PT MMS tidak dapat diterima. Usai pembacaan putusan itu, Santoso menghubungi Ahmad Yani untuk menanyakan janji pemberian uang.
"Dalam rangka menyerahkan uang tersebut, terdakwa menghubungi Muhammad Santoso untuk bertemu dan kemudian disepakati Muhammad Santoso akan mengambil uang tersebut di tempat kerja terdakwa," kata Pulung.
Santoso lalu menyambangi kantor Wiranatakusumah Legal & Consultant di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada sore harinya. Uang itu lalu diberikan kepada Santoso yang selanjutnya diciduk penyidik KPK saat menumpang ojek di kawasan Matraman.
Atas perbuatannya, Ahmad Yani diancam pidana sesuai pasal 6 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[wah]