Otoritas layanan bongkar muat (dwelling time) di beberapa pelabuhan mencoba main kucing-kucingan. Mereka menunjukkan layanan bagus saat dikunjungi pejabat, tetapi kembali buruk saat tidak ada pengawasan.
Jajaran kabinet kerja telah melakukan kunjungan ke seÂjumlah pelabuhan memantau layanan dwelling time. Hasilnya, cukup memuaskan. Namun, banyak yang mengeluhkan, layanan berubah lagi ketika tak ada kunjungan pejabat.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengaku mengetahui hal tersebut. Makanya, dirinya melakukan pengawasan secara diam-diam.
"Saya nggak mau kayak begitu (
dwelling time bagus hanya ketika dikunjungi). Sekarang saya kirim orang saja (untuk awasi-red), seperti kemarin di Pelabuhan Belawan. Jadi nggak usah ngomong-ngomong lagi," ujar Luhut seperti dikutip media online, kemarin.
Langkah tersebut diambil Luhut karena dirinya ingin mendapatkan laporan sesungguhnya.
Menurut Luhut, pengawasan secara diam-diam dilakukan dalam rangka pengawasan, denÂgan tujuan agar layanan bagus dwelling time berjalan dengan konsisten. Bukan hanya saat ada kunjungan pejabat.
Soal layanan
dwelling time di Tanjung Priok, Luhut mengungkapkan, upaya memangÂkas waktu bongkar muat terus dilakukan pihaknya. Antara lain, dengan mensinergikan pengelolaan peti kemas dengan pelabuhan darat milik swasta.
Pihaknya akan memaksimalÂkan pelabuhan darat (
dry port) di Cikarang yang dikelola PT Jababeka. "Tadi malam, (manaÂjemen) Jababeka ke saya.
Dry port mereka di Cikarang bisa mengakomodasi 2 juta sampai 10 juta TEUs," katanya.
Bukan perkara sulit, lanjut Luhut, sinergi bisa dilakukan lantaran Pelabuhan Tanjung Priok dan Dry Port Cikarang sudah terkoneksi dengan kereta. Dengan luas lahan hingga 200 hektare, peti kemas hingga 2 juta TEUs bisa tertampung. Bahkan bisa dikembangkan hingga 10 juta TEUs. Selain dengan Jababeka, pengelolaan PelabuÂhan Tanjung Priok juga akan disinergikan dengan pihak lain di Tangerang dengan membuka fasilitas
dry port serupa.
"Kita mau bikin 1
dry port lagi di sebelah barat, di Tangerang. Kalau masing-masing bisa 10 juta TEUs, sekarang Priok itu 5 juta TEUs, tentu kita bisa menÂcapai 30 juta TEUs dalam 5-6 tahun ke depan," katanya.
Dengan instrumen ini diharapÂkannya daya tampung peti kemas yang masuk lewat Pelabuhan Tanjung Priok bisa lebih besar lagi. Sebab jika mengandalkan
Dray Port Tanjung Priok yang hanya berkapasitas 5 juta TEUs, saat kapasitas penuh, petikemas yang baru datang tidak bisa diproses perizinannya lantaran harus menunggu proses bongÂkar muat peti kemas yang lebih dahulu datang.
Dengan sinergi ini, bila
Dry Port Tanjung Priok penuh, peti kemas yang baru masuk bisa dialihkan ke
dry port di Cikarang dan Tangerang. SeÂhingga proses perizinan bisa tetap dilakukan dan membuat proses bongkar muat lebih cepat. ***