Rencana pemerintah memperpanjang relaksasi eksport konsentrat Freeport hanya akan jadi malapetaka bagi iklim investasi di Indonesia.
Demikian kritik anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Ahmad M. Ali dalam keterangan tertulisnya.
"Kebijakan ini menunjukkan, pemerintah Indonesia tidak konsisten dan cenderung menjebak para investor yang telah membangun smelter," ujarnya.
Kepercayaan investor makin memudar karena tidak adanya kepastian hukum dan perlindungan terhadap investasi.
Ali menjelaskan, perencanaan pemerintah untuk membangun kerangka dasar industri nasional berbasis partisipasi investor seringkali tidak laku dalam pergaulan dunia internasional karena tidak konsisten.
"Setiap pergantian rezim selalu diikuti dengan perubahan aturan yang menganggu secara subtansi rencana induk investasi yang telah disepakati," terang Ali yang juga ketua DPW Nasdem Sulawesi Tengah.
Hemat dia, pemerintah sebaiknya meninjau kembali rencana memperpanjang izin eksport konsentrat demi menjaga kewibawaan hukum nasional. Sebab kata dia, kebijakan itu bukan jalan keluar, malahan memperburuk iklim investasi yang sedang berusaha diperbaiki.
Lebih lanjut Ali menerangkan, selama masa perpanjangan relaksasi, pemerintah memaksakan perusahaan-perusahaan tambang dapat memenuhi kewajibannya melakukan hilirisasi mineral di dalam negeri dengan menyelesaikan pembangunan smelter (fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral).
Tetapi pada sisi yang lain, lanjut dia, bahan baku mineral tetap diekspor ke luar.
"Bukankah ini kebijakan yang saling bertentangan, anda mengundang dan memaksa investor membangun pabrik, tetapi di sisi yang lain juga ekspor bahan baku mineral juga dibolehkan. Kita mau bangun industri nasional yang visioner atau sekedar untuk mengeksploitasi mineral alam?" tutupnya.
Untuk diketahui, Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan berencana memperpanjang relaksasi ekspor konsentrat melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
[wid]