Program tax amnesty atau pengampuan pajak periode pertama akhir pekan lalu, sukses mengumpulkan dana berdasar surat pernyataan harta (SPH) sejumlah Rp 3.621 triliun.
Tercapainya angka tersebut dinilai tak lepas dari peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan C.q Dirjen Pajak, dan Bank Indonesia.
"Penelitian yang kami lakukan berdasarkan aturan-aturan yang dibuat oleh ketiga lembaga tersebut dalam korelasinya terhadap berhasilnya pencapaian tax amnesty tahap pertama," kata Presiden Direktur Center for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri dalam keterangan persnya, Selasa (4/10).
Kemudian dari ketiga lembaga keuangan di atas, tambah Deni, OJK yang tercepat pertama merespon UU Tax Amnesty.
Beberapa hari setelah disetujui UU Tax Amnesty pada 28 Juni 2016, OJK telah membuat tim sosialisasi dengan membuat surat edaran ke seluruh perbankan di Indonesia dan semua eminten di pasar modal. OJK juga menerbitkan aturan nomor 26/POJK.04/2016 tentang Investasi di Bidang Pasar Modal dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Pengampunan Pajak.
Deni menilai, penerbitan aturan ini memberikan landasan hukum yang kokoh serta mampu menjawab beberapa konsen masyarakat tentang produk investasi di pasar modal sebagai pelaksanaan undang undang pengampunan pajak.
Adapun sembilan pokok isi Peraturan OJK tersebut meliputi penyederhanaan proses pembukaan rekening Efek oleh Wajib Pajak yang telah memperoleh surat keterangan Pengampunan Pajak, relaksasi berupa penyesuaian nilai minimal investasi untuk setiap nasabah pada Pengelolaan Portofolio Efek Untuk Kepentingan Nasabah Secara Individual (Kontrak Pengelolaan Dana/KPD) dari minimum Rp 10 miliar menjadi Rp 5 miliar.
Ketiga, penyederhanaan dokumen dalam Pernyataan Pendaftaran Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA), Kontrak Investasi Kolektif Efek Dana Investasi Real Estate, Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi (EBA SP). Diharapkan manajer investasi dan Bank Kustodian dapat menyiapkan produk investasi dalam waktu yang selaras dengan batasan waktu pada UU Pengampunan Pajak.
Yang keempat, produk investasi di bidang pasar modal yang diatur dalam POJK ini tidak hanya dapat digunakan sebagai instrumen investasi konvensional, tetapi juga sebagai instrumen investasi berbasis syariah.
"Lembaga terbaik kedua setelah OJK adalan Kementerian keuangan c.q Dirjen Pajak," lanjutnya.
Deni menjelaskan, banyaknya informasi yang simpang siur dan berbeda dalam proses detil pelaksanaan tax amnesty dari kantor pajak di seluruh Indonesia menyebabkan kebingunan para wajib pajak untuk melaporkannya. Hal ini sangat berpotensi menghambat pelaksanaan program tax amnesty.
"Secara fisikologis para wajib pajak bertambah ragu ketika Ibu Sri Mulyani yang baru dilantik menjadi menteri keuangan. Beliau mengatakan 'Saya tidak yakin akan keberhasilan daripada Tax Amnesti'. Perkataan beliau tersebut menjadi hambatan dalam proses pelaksanaan," papar Deni.
Untuk lembaga terbaik ketiga setelah OJK dan Kemenkeu, dari hasil penelitian CBC adalah Bank Indonesia. Independensi yang kuat dari BI menyebabkan lambatnya merespon dan berkoordinasi dengan OJK dan Kemenkeu.
"Kami mengapresiasi ketiga lembaga tersebut telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyukseskan
tax amnesty. Dan kami mengucapkan selamat Presiden Republik Indonesia Bapak Jokowi yang telah berani mengambil kebijkan pengampunan pajak," demikian Deni.
[wid]