. Ketua MPR RI Zukifli Hasan membuka secara resmi acara 'Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat' sekaligus launching buku berjudul "Perjalanan Panjang Pilkada Serentak" karya Ketua Fraksi Golkar MPR yang juga Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarul Zaman.
Acara yang digelar di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/9), juga dihadiri Wakil Ketua MPR Oesman Sapta, Sekretaris Jenderal MPR RI Ma'ruf Cahyono, Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Lembaga Pengkajian MPR Rully Chairul Azwar dan beberapa tamu undangan lain.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua MPR Zulkifli Hasan memberikan ucapan selamat atas launching buku besutan Rambe. Pembahasan di dalam buku Rambe, lanjut Zulkifli, sangat menarik sebab mengupas salah satu momen penting demokrasi rakyat Indonesia yakni Pilkada.
"Apalagi Pilkada kita sekarang sudah dilakukan serentak dan masih baru dalam sistem demokrasi kita Indonesia. Yang paling hangat menjadi perbincangan hangat hampir di seluruh Indonesia adalah Pilkada DKI Jakarta. Pilkada dari pengalaman sebelumnya sangat cepat sekali situasinya dan perubahannya, yang sebelumnya tidak disangka-sangka malah cepat sekali menyusul itulah yang menarik dari Pilkada Indonesia," katanya.
Lebih jauh, Zulkifli berharap agar Pilkada mampu membawa kesejahteraan dan kebaikan bagi rakyat di daerah tersebut dan juga bagi bangsa.
"Mudah-mudahan buku Rambe akan menjadi pengetahuan penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia terutama untuk generasi muda sehingga perjalanan demokrasi kita akan cepat menuju kepada kesejahteraan untuk semua," katanya.
Dalam rangkaian acara launching tersebut juga sekaligus digelar diskusi bicara buku dan kegiatan sosial dalam bentuk memberikan buku tersebut kepada Perpustakaan Nasional untuk menambah pembendaharaan buku di perpustakaan nasional. Hal ini bertujuan agar buku yang isinya bagus itu bisa menjadi bahan bacaana dan pengetahuan untuk seluruh anak bangsa di seluruh pelosok Indonesia.
Buku besutan Rambe ini sangat menarik. Dalam salah satu bahasannya tertulis kata-kata adagium yang sangat menarik yakni 'Setiap Hari Ada Pilkada'. Dalam buku itu diterangkan bahwa adagium yang populer sebelum tahun 2015 terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Di masa itu, timbul kesan bahwa dalam dua atau tiga hari selalu saja ada daerah di Indonesia yang melaksanakan Pilkada, sehingga bisa dikatakan Pemerintah tidak bisa fokus menjalankan roda pemerintahan karena sedikit banyaknya sangat bertanggung jawab atas kesuksesan pelaksanaan Pilkada di daerah.
Berangkat dari kesadaran itu, DPR dan Pemerintah merasa perlu membenahi pelaksanaan Pilkada. Yakni dengan menjadikan pelaksanaan Pilkada tidak saja bersifat langsung, tetapi juga dilaksanakan secara serentak.
Membenahi masalah tersebut tidak semudah dibayangkan, sebab persoalannya bukan hanya pada perubahan pasal per pasal, tetapi juga dengan kesesuaiannya dengan tuntutan masyarakat dan sistem yang sudah ada. Karena itu alih-alih melalui jalan pintas, rumusan perubahan Pilkada serentak harus menempuh perjalanan panjang.
Di buku itu Rambe bertutur bahwa keserentakan tentu bukan satu-satunya isu sentral dalam upaya menuju Pilkada yang lebih baik. Keserentakan adalah tonggak baru yang menjadi harapan mengenai waktu pelaksanaan Pilkada, dimana di dalamnya juga tetap perlu dibenahi beberapa hal di sana-sini. Sebagai sebuah perbaikan sistem, harapan menuju Pilkada serentak melalui berbagai lika-liku peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
Pada hari Rabu 9 Desember 2015, sejarah baru telah terukir. Pilkada serentak Gelombang I yang dilaksanakan di 264 daerah yang terdiri dari 8 provinsi, 34 kota, dan 222 kabupaten telah sukses dilaksanakan. Bukan berarti pelaksanaan gelombang pertama ini sama sekali tidak memiliki kekurangan.
Dari jumlah daerah yang melaksanakan secara serentak saja sudah dapat diketahui bahwa pelaksanaan Pilkada serentak yang pertama ini tidak memenuhi target dari yang seharusnya berjumlah 269 daerah. Ada lima daerah yang terpaksa pelaksanaannya tidak dilakukan bersamaan karena berbagai persoalan. Kelima daerah tersebut antara lain: Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Simalungun, Kota Manado, dan Kota Pematangsiantar.
Selain persoalan ketidakserentakan beberapa daerah yang direncanakan, ada beberapa persoalan lain yang juga patut dijadikan catatan, antara lain: problem anggaran, kepesertaan parpol yang bersengketa, fenomena calon tunggal, politik uang, sengketa pilkada, kampanye pilkada, dan partisipasi pemilih.
Pilkada serentak gelombang kedua saat ini sudah di depan mata. Tahapan pelaksanaan Pilkada serentak Gelombang II pada Februari 2017 sudah mulai berlangsung. Karena itu, penting kiranya untuk memahami lebih dalam tentang persoalan-persoalan yang sudah dihadapi pada Pilkada serentak Gelombang I untuk mengambil pelajaran dan mengantisipasi segala persoalan yang mungkin dihadapi kembali. Semoga dengan demikian segala pihak terkait --baik penyelenggara, peserta, maupun pemilih - bisa saling membantu demi suksesnya pelaksanaan setiap Pilkada langsung dan serentak berikutnya.
[rus]