. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Djan Faridz mewanti-wanti pasangan calon yang akan maju di Pilkada Serentak 2017 untuk tidak meminta rekomendasi dari PPP kubu M. Romahurmuziy yang tidak memiliki legalitas hukum.
Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP PPP kubu Djan Faridz, Triana Dewi Seroja pun menjelaskan perbandingan hukum antara PPP Djan Faridz dan Rohumarmuzy.
Menurut Triana, kepengurusan Djan Faridz, mempunyai legitimasi hukum kuat. Hal itu bisa diblihat, dari putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum alias inkracht. Kata dia, apabila putusan yang dijatuhkan oleh hakim melalui peradilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (gezag van gewijsde, res judicata), putusan itu tidak dapat diganggu gugat lagi.
"Siapapun tidak ada yang dapat mengubahnya. Putusan itu mesti dilaksanakan walaupun hal itu kejam dan tidak menyenangkan," katanya, Selasa (20/9).
Selanjutnya kata Triana, keputusan Menkumham Yasonna H. Laoly tidak boleh bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum. Karena telah diakui secara luas, betapa tingginya derajat Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum, maka keputusan yang dibuat oleh pejabat/instansi pemerintahan termasuk Menkumham tidak boleh bertentangan dengan putusan pengadilan.
"Apabila bertentangan, maka pejabat pemerintahan tersebut dikategorikan telah bertindak sewenang-wenang, seperti termaktub dalam Pasal 18 ayat 3 UU 30/2014 tentang Administrasi Negara," ungkapnya.
Sementara, kepengurusan Romi, kata Triana, pijakannya adalah SK Menkumham Nomor M.HH-06.AH.11.01 TAHUN 2016 Tanggal 27 April 2014 yang mengesahkan kepengurusan hasil "Muktamar Pondok Gede".
Padahal lanjut Triana, SK tersebut dihasilkan dari serangkaian kegiatan yang bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung R.I. 601 K/Pdt.Sus-Parpol/2015, maka kedudukan hukum SK tersebut menjadi sangat rentan secara hukum. Terlebih lagi sedang diajukannya gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
"Dari sini saja sudah terlihat betapa lemahnya legitimasi dari kubu Romi. Sejatinya mereka sudah tidak ada legitimasi hukum, namun intervensi Kemenkumham lah yang membuat carut marut hukum dan memecah belah PPP," katanya.
Sebagai catatan kata Triana, kepengurusan partai politik tingkat pusat yang mengklaim keabsahannya berdasarkan surat keputusan menteri yang bertentangan suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sangat rentan untuk dibatalkan kebasahan dan segala kewenangannya, termasuk kewenangan memberikan rekomendasi dalam Pilkada.
Kemudian, pendaftaran pasangan bakal calon peserta Pilkada yang menggunakan rekomendasi dari kepengurusan partai politik yang didasarkan pada surat keputusan menteri yang bertentangan suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sangat rentan untuk didiskualifikasi sebagai efek domino legalitas kepengurusan partai politik pusat tersebut, bahkan apabila telah ditetapkan sebagai pemenang.
Terakhir, lanjut Triana, apabila gugatan tata usaha negara yang diajukan terhadap SK Menkumham Nomor M.HH-06.AH.11.01 Tahun 2016 Tanggal 27 April 2014, gugatan yang diajukan terhadap Pemerintah di Pengadilan Negeri maupun uji konstitusionalitas atas UU Partai Politik dan UU Pilkada di Mahkamah Konstitusi dikabulkan, maka kewenangan pemberian rekomendasi oleh kepengurusan hasil "Muktamar Pondok Gede" dalam Pilkada menjadi tidak berlaku sebagai efek domino legalitas kepengurusan tersebut.
"Jadi silahkan memilih rekomendasi yang berkekuatan hukum tetap atau rekomendasi illegal Menkumham yang menabrak aturan hukum dan rentan gugatan hukum," tukasnya.
[rus]