Setelah mendapat peringatan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akun Twitter milik Ketua DPD RI Irman Gusman tidak lagi berkicau. Bahkan, kicauan yang berisi bantahan penangkapan Irman Gusman juga telah dihapus oleh operator. Belakangan, KPK mengetahui bahwa akun @IrmanGusman_IG dipegang oleh staf Irman Gusman.
"KPK terlalu dini mengumumkan status uang itu sebagai suap dan menetapkan saya sebagai yang menerima suap. Sungguh ini perbuatan jahat dan ditnah kepada saya dan keluarga," kicau akun @IrmanGusman_IG yang diunggah pada Sabtu (17/9), sesaat setelah beredar kabar penangkapan Irman Gusman.
Sebelumnya, pasca tertangkapnya Irman, KPK mengingatkan agar pemegang akun @IrmanGusman_IG untuk tidak memberi informasi palsu. Pasalnya akun @IrmanGusman_IG beberapa kali menulis kicauan yang bernada bantahan penangkapan Irman Gusman.
"Twitter yang bersangkutan dari Bapak IG mengetahui bahwa yang mengoperasikan adalah staf beliau, dan melalui kesempatan ini juga saya berharap kepada yang bersangkutan untuk menghentikan pengoperasian dari Twitter yang bersangkutan karena memutar-mutar balik fakta yang sebenarnya," jelas Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif saat jumpa pers di kantornya, Sabtu lalu.
Syarif menegaskan bahwa penangkapan Irman Gusman telah sesuai dengan standar operasional prosedur, dan sesuai dengan aturan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tak hanya itu, seluruh proses penangkapan di rumah dinas Irman Gusman juga direkam secara profesional oleh penyidik KPK. Untuk itu, dia menyesalkan jika semua info yang disampaikan melalui pesan berantai maupun akun Twitter yang sangat bertentangan dengan fakta.
"Itu bohong adanya," tegas Syarif.
Diketahui, Irman Gusman di rumah dinasnya di Jalan Denpasar, Kuningan, Jakarta Sabtu dini hari. Ketua lembaga negara yang terhormat itu kedapatan menerima suap Rp 100 juta. Suap diberikan Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya Memi guna memuluskan pengurusan jatah kuota impor gula dari Bulog untuk Provinsi Sumatera Barat 2016.
Pengungkapan kasus berawal dari penyelidikan perkara distribusi gula tanpa sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dilakukan Xaveriandy di Sumbar. Xaveriandy berstatus terdakwa dan menyogok Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Padang Farizal sebesar Rp 364 juta agar lolos dari jeratan hukum.
[wah]