Anggota DEN Tumiran menilai, rencana pemerintah mengurangi hak penerimaan dari pengelolaan gas sebaÂgai pilihan dilematis. "Kalau tidak dikurangi harga gas tidak akan turun, dampaknya inÂdustri sulit berkembang. Tapi kalau penerimaan dikurangi, pendapatan negara akan turun," kata Tumiran kepada Rakyat Merdeka, pada akhir pekan.
Tumiran menegaskan menduÂkung rencana tersebut. Dia yakin penurunan pendapatan negara tidak akan menjadi persoalan besar. Karena, penerimaan pajak akan bertambah seiring pertumÂbuhan kinerja industri.
"Kalau harga gas turun sekÂtor riil akan bergerak. Dan hal itu akan memberikan dampak positif secara luas," imbuhnya.
Tumiran berharap penurunan harga gas industri signifikan, dapat turun 2 dolar AS hingga 4 dolar AS per Million British thermal unit (mmbtu).
Dia mengaku belum mengeÂtahui kapan pemerintah akan merealisasikan penurunan harga gas. Karena, urusan penetapan waktu sepenuhnya kewenangan pemerintah. "Kami berkomitÂmen untuk terus mengingatkan pemerintah untuk segera menuÂrunkan harga," janjinya.
Seperti diketahui, tuntutan agar harga gas industri diturunkan kembali ramai lagi disuaraÂkan belakangan ini. Hal ini juga dipicu dengan janji pemerintah yang akan menurunkan harga gas. Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan peraturan untuk menekan harga gas dengan mengeluarkan Peraturan PresiÂden (Perpres) nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Namun demikian sayang, harga gas industri samÂpai sekarang belum bergerak.
Harga gas industri saat ini di level 8 sampai 10 dolar AS per mmbtu. Bahkan di Sumatra Utara mencapai 12 per mmbtu. Harga tersebut lebih mahal dari Singapura 4 sampai 5 dolar AS per mmbtu, Malaysia 4,47 dolar AS per mmbtu, Filiphina 5,43 per mmbtu dan Vitenam 7,5 dolar AS per mmbtu.
Untuk menekan harga gas industri, Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Panjaitan, belum lama ini secara khusus menemui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membahas harga gas industri. Menurut Luhut, Menkeu sudah setuju untuk mengurangi jatah keuntungan negara dari pengelolaan gas untuk menurunkan harga. Hanya saja, saat ini pemerintah masih menghitung dampak positif dan negatifnya.
Anggota Komisi VII Dito Ganinduto juga mendukung rencana pemerintah mengurangi jatah keuntungan negara untuk menekan harga gas. "Harga gas bisa turun kalau harga di hulu turun. Jangan terlalu banyak berpikirlah," katanya.
Dia menilai, bila harga gas turun
multiplier effect yang didaÂpatkan negara banyak. Industri akan tumbuh dan produk yang dihasilkan kompetitif. Hal ini akan mengerek pendapatan pajak. Selain itu, impor barang akan berkurang karena produksi dalam negeri meningkat. Dan yang tidak kalah penting dari pergerakan tersebut akan memÂbuka banyak lapangan pekerÂjaan.
Sementara itu, Direktur PeÂnelitian
Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengingatkan pemerinÂtah untuk tidak ceroboh dalam mengambil keputusan mengingat migas merupakan salah satu sumber penyumbang peÂmasukan yang signifikan untuk negara.
"Semua pilihan ada risikonya. Kalau tidak hati-hati keputusan itu bakal
blunder," kata Faisal kepada
Rakyat Merdeka, pada akhir pekan.
Faisal memaparkan beberapa hal yang kudu menjadi perÂtimbangan pemerintah. Antara lain, mengkaji terlebih dahulu apakah penurunan harga gas menjamin harga di hilir ikut turun. Menurutnya, harga bisa saja hanya sesaat karena faktor pembentuk harga bukan hanya faktor harga di hulu tetapi juga rantai distribusinya.
"Artinya kebijakan itu memerlukan peningkatan pengawasan mulai dari hulu sampai hilir," katanya.
Selain itu, mempertimbangkan kondisi perekonomian. MenuÂrutnya, pemerintah harus bisa mengukur sejauh apa dampak penurunan harga gas terhadap kinerja industri di tengah perÂlambatan ekonomi. Namun demikian, dirinya menegaskan termasuk yang percaya penuÂrunan harga gas dapat mendorong kinerja industri sehingga berdaya saing. ***