. Koalisi Mahasiswa Indonesia Timur Untuk Mengawal Nawacita (KOMITMEN) menolak rencana penurunan tarif interkoneksi yang akan diberlakukan Menteri Kominfo. Karena mahasiswa menilai, yang terpenting dilakukan realisasi membangun jaringan hingga ke pelosok sehingga komunikasi terjangkau, bukan hanya berhenti di kota-kota besar.
"Kami menilai, penurunan tarif interkoneksi yang akan diberlakukan berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara dan hanya menguntungkan operator telekomunikasi asing," kata perwakilan KOMITMEN Abdul Rahim seusai pertemuan dengan Serikat Pekerja BUMN Strategis di Jakarta, Sabtu (3/8).
Pertemuan perwakilan KOMITMEN dengan Pimpinan Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis (FSP-BUMN Strategis), Wisnu Adhi Wuryanto, berlangsung di Warung Daun Cikini Jakarta Pusat. Pertemuan itu jadi diskursus terkait langkah FSP-BUMN Strategis yang secara tegas menolak rencana penurunan tarif interkoneksi oleh Kementerian Kominfo.
Wisnu Adhi Wuryanto dalam pertemuan bersama KOMITMEN mengaku gembira karena upaya yang mereka lakukan direspon positif kalangan masyarakat dan mahasiswa.
Wisnu Adhi Wuryanto dalam pertemuan bersama KOMITMEN mengaku gembira karena upaya yang mereka lakukan direspon positif kalangan masyarakat dan mahasiswa.
Dalam pertemuan itu, perwakilan KOMITMEN dari Maluku, Abdul Rahim, menyatakan kebijakan apapun yang dikeluarkan Pemerintah harus menjunjung tinggi azas keadilan.
"Apalagi setelah kami dengar langsung paparan dari FSP-BUMN Strategis, ini jelas merugikan operator telekomunikasi yang notabene perusahaan negara, dan hanya menguntungkan operator telekomunikasi asing yang hanya membangun jaringan di kota-kota besar saja. Bagi kami, ini sangat disayangkan. Kami berharap Pemerintah fokus menyediakan layanan telekomunikasi hingga ke pelosok. Saat ini yang kami rasakan di Kawasan Timur Indonesia, masih sangat dibutuhkan perluasan jaringan," terangnya.
Di waktu bersamaan, perwakilan KOMITMEN dari NTT, Ahmad Nasir Rarasina, menyampaikan terima kasih kepada Telkom dan Telkomsel yang terus membangun jaringan hingga ke pelosok NTT.
"Kami sangat mendukung setiap upaya membangun dan memperluas jaringan yang dapat membantu masyarakat yang masih terisolasi akibat kesulitan dalam berkomunikasi. Kami sangat respek terhadap yang disuarakan FSP-BUMN Strategis menolak kebijakan yang secara substansi tidak menguntungkan masyarakat, bahkan berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi negara jika kebijakan ini benar-benar diberlakukan," terangnya.
Ditambahkannya, sebagai mahasiswa, pihaknya merasa terpanggil secara beriringan menyuarakan kebenaran. "Kami tak ingin masyarakat terjebak opini seolah-olah penurunan tarif interkoneksi menguntungkan masyarakat. Bagi kami tidak demikian karena sebagaimana catatan yang kami miliki, komponen biaya interkoneksi hanya 10-15 persen dari tarif telpon lintas operator," paparnya.
Dilain pihak, untuk Kawasan Timur Indonesia seperti di Papua, masih banyak saudara-saudara kami yang belum menikmati jaringan telekomunikasi. "Jika ada pihak yang bilang penurunan tarif interkoneksi akan menguntungkan masyarakat, buat kami itu seperti angin sorga, cuma enak didengar. Seharusnya tarif interkoneksi ditetapkan berdasarkan biaya masing-masing operator telekomunikasi. Dengan begitu masyarakat diuntungkan, dan tidak ada satupun operator telekomunikasi dirugikan yang pada akhirnya tidak akan menimbulkan kerugian bagi negara," paparnya.
Sementara itu, Ketua FSP-BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto menyatakan akan terus menyuarakan penolakan terhadap rencana kebijakan Menteri Kominfo tersebut. Wisnu Adhi Wuryanto dalam pernyataannya mengatakan kebijakan interkoneksi ini juga akan diikuti dengan Revisi PP 52 dan 53 Tahun 2000 terkait network sharing.
"Jika revisi ini jalan, operator telekomunikasi yang malas membangun jaringan menjadi semakin malas. Dari sisi regulasi, kami menilai ini seperti memberi fasilitas pada operator telekomunikasi asing secara berkelanjutan," katanya.
Padahal di dalam modern licensing, ada kewajiban setiap operator telekomunikasi membangun jaringan sesuai komitmen pembangunannya. "Jangan sampai regulasi ini merugikan operator telekomunikasi yang telah bersusah payah membangun jaringan," ringkasnya.
[ysa]