. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat berkeyakinan bahwa pemberian uang sebesar Rp 2 miliar kepada Mohamad Sanusi selaku anggota DPRD DKI Jakarta tidak ada kaitan untuk membantu bekas politisi Partai Gerindra itu sebagai bakal calon gubernur DKI pada Pilkada 2017 mendatang.
Menurut hakim, pengakuan terdakwa mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, mengenai uang yang diberikan untuk membantu Sanusi tidak mendasar. Sebab terdapat rentetan peristiwa dari pemberian uang Rp 2 miliar, yaitu soal pembahasan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kawasan Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) yang saat itu sedang bergulir di DPRD DKI.
"Masalah akan beda kalau uang diberikan tanpa rentetan peristiwa, SMS dan komunikasi yang digunakan sandi tertentu, minta barang, minta kue," ujar Hakim Anwar saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (1/9).
Diketahui, sebalum M Sanusi ditangkap KPK, namanya sempat mencuat di bursa bakal calon gubernur DKI pada Pilkada 2017.
Ariesman divonisi tiga tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Ariesman dinilai terbukti dan meyakinkan menyuap Muhamad Sanusi Rp 2 miliar saat menjabat anggota DPRD DKI terkait dengan pembahasan dua Raperda reklamasi teluk Jakarta.
"Mengadili saudara Ariesman Widjaja telah terbukti secara sah dan meyakinkan dengan menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta, apabila denda tidak dibayarkan setelah berkekuatan hukum tetap digantikan dengan pidana kurungan tiga bulan," tegas Ketua Majelis Hakim Sumpeno saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipiko Jakarta Pusat.
Menurut hakim, suap tersebut diberikan dengan maksud agar M Sanusi yang juga anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).
Selain itu, suap diberikan agar Sanusi mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman, selaku Presdir PT Agung Podomoro Land dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra, agar mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G, kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.
Kemudian, salah satu yang dipersoalkan yakni, terkait pasal mengenai tambahan kontribusi sebesar 15 persen bagi pemilik izin reklamasi. Diduga, pengembang merasa keberatan dengan pasal tersebut, kemudian menggunakan Sanusi agar bunyi pasal tersebut diubah.
Menurut Hakim Sumpeno, Ariesman telah terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 KUHP sesuai dengan dakwaan kesatu.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni empat tahun penjara dan denda Rp250 juta subsidair enam bulan kurungan penjara.
[rus]