Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah orang miskin masih tinggi, penurunannya masih jauh dari yang ditargetkan. Pemerintahan Jokowi-JK diminta mengevaluasi program pengentasan kemiskinan.
BPS mencatat, sampai Maret 2016 angka kemiskinan masih di level 10,86 persen dari total pupulasi rakyat Indonesia atau sebanyak 28,01 juta orang. Jumlah itu sedikit turun bila dibandingkan periode yang saÂma tahun sebelumnya di angka 11,22 persen atau sebanyak 28,59 juta orang.
Namun demikian, penurunan tersebut masih jauh dari yang diharapkan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016, pemerintah menargetkan penuÂrunan kemiskinan menjadi di kisaran 9-10 persen.
Kepala BPS Suryamin menÂgatakan, pemerintah sulit menuÂrunkan kemiskinan karena tingÂginya jumlah Masyarakat BerÂpenghasilan Rendah (MBR).
"Angka kemiskinan kalau sudah pada level 10 sampai 11 persen itu sedikit susah untuk diturunkan. Karena itu memang sudah keraknya," kata Suryamin di Jakarta, kemarin.
Suryamin menerangkan, untuk mensejahterakan MBR di Indonesia tidak mudah. Sebab, mereka banyak tinggi di wilayah pedesaaan yang sulit terjangkau program pengentasan kemiskiÂnan. Menurutnya, pemerinÂtah harus segera mencari cara menurunkan jumlah masyarakat berkantong cekak ini.
Dia meminta, program BanÂtuan Langsung Tunai (BLT) keÂpada masyarakat kurang mampu tetap dipertahankan. Hanya saja, pengawasannya harus diÂlakukan dengan ketat agar tidak salah sasaran. "Di kelas tertentu bantuan secara cash (tunai) itu masih diperlukan karena mereka hanya segitu-gitu saja pendapaÂtannya," terangnya.
Namun demikian,Suryamin menekankan agar tidak berharap BLT bisa menurunkan signifikan kemiskinan. "Kalau program itu dimaksimalkan, paling hanya menurunkan nol koma sekian persen saja, tidak signifikan penurunan," jelasnya.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Keuangan Negara Adi Prasetyo menilai, pemerintah lambat menekan kemiskinan. Menurut catatannya, penurunan jumlah penduduk miskin di pedesaan selama 2015 sampai Maret 2016 hanya 1,20 persen atau sekitar 336 ribu jiwa per Maret 2016.
"Penurunan ini kecil, tidak sebanding dengan semangat (nawacita) membangun IndoÂnesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa," kritiknya.
Prasetyo juga pesimistis peÂmerintah mampu menurunkan tingkat kemiskinan di kisaran 8-9 persen. Kecuali pemerintah mau mengubah strategi dan pola penanggulangan kemiskinan desa agar tepat sasaran.
Dia menilai, pemerintah sebeÂnarnya sudah berupaya melakÂsanakan Nawacita. Hal tersebut bisa dilihat dari desain anggaran. Estimasi Kementerian keuangan menyebutkan total dana yang akan masuk ke desa sampai 2019 sebesar Rp 175.494,9 miliar atau rata-rata per desa senilai Rp 2.368,6 juta. Tapi, dana itu akan mubazir bila tidak ditopang program pengentasan kemiskiÂnan yang tepat serta dukungan pemerintah daerah.
Menurutnya, pemerintah harus memperhatikan pembanguÂnan pertanian. Karena, jumlah penduduk miskin paling besar bekerja pada sub sektor tanaman pangan, yakni 62.97 persen.
"Pemerintah perlu mendorong kebijakan pertanian. Misalnya, menugaskan BUMN dan BUMD agar fokus menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) ke sektor pertanian dan perkebunan," usulnya. ***