Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap antara industri financial technology (fintech) dan perbankan bisa terus bersinergi dan berkembang bersama. Karena itu, OJK serius menggodok aturan main fintech.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, industri jasa keuangan diminta harus turut mendukung roadmap tersebut melalui koÂlaborasi dengan perusahaan ataupun startup fintech yang menyediakan ragam inovasi layanan jasa keuangan. Antara lain terdiri dari jasa peminjaÂman uang online (peer to peer lending), platform pembayaran elektronik, crowdfunding, dan online personal finance.
Sebagian besar inovasi keuangan tersebut menyasar masyarakat yang masih kesulitan mengakses layanan jasa keuangan formal, seperti perbankan.
"Saya melihat fintech bakal terus berkembang dan berevolusi dengan cepat dalam beÂberapa dekade terakhir ini di Indonesia. Perbankan harus bisa mengiringi maupun berkerja saÂma," ujarnya di acara Indonesia
Fintech Festival and Conference, di Tangerang, kemarin.
Begitu pula dengan OJK, yang akan mendukung penuh perkembangan fintech. Salah satunya adalah dengan membenÂtuk satuan tugas digital ekonoÂmi keuangan dan menyiapkan aturan untuk fintech.
Namun, Muliaman menegasÂkan, perlunya lembaga jasa keuangan formal mengakrabkan diri dengan fintech. Tujuannya antara lain juga untuk meningÂkatkan daya saing serta memÂperkuat akses keuangan kepada masyarakat.
"Industri keuangan perlu bergegas untuk mem-fintech-kan diri. Caranya bisa kerja sama dengan fintech atau mengemÂbangkan diri dengan teknologi yang memadai," imbaunya.
Lebih lanjut ia menjelasÂkan, secara global fintech telah berkembang sangat pesat dan memiliki pangsa pasar yang besar. Berdasarkan laporan yang dipublikasikan lembaga riset Accenture, investasi global daÂlam usaha teknologi keuangan (fintech) pada kuartal pertama 2016 telah mencapai 5,3 miliar dolar AS, naik 67 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, persentase inÂvestasi untuk perusahaan fintech di Eropa dan Asia-Pasifik naik hampir dua kali lipat menjadi 62 persen. Khusus untuk kawasan Asia-Pasifik, investasi fintech dalam tiga bulan pertama 2016, naik lebih dari 5 kali dibandingÂkan periode yang sama tahun lalu, yaitu dari 445 juta dolar AS menjadi 2,7 miliar dolar AS. Dan hampir semuanya merupakan kontribusi investasi fintech di China.
Imbauan wasit perbankan tersebut disambut baik BCA. Sebelumnya, Executive Vice President (EVP) IT PT Bank Central Asia Tbk Hermawan Thendean berujar, pihaknya memilih untuk peka terhadap perubahan yang terjadi. Namun sayang, Hermawan mengeluhÂkan aturan di Indonesia tidak mengizinkan sebuah bank untuk mengakuisisi atau mendanai sebuah fintech.
"Itulah mengapa kami akan membuat Venture Capital (VC). Kami sudah mengantongi izin dari otoritas. Melalui VC itu, BCA akan melakukan pendanaan terhadap fintech yang dirasa bisa mendukung bisnis BCA ke deÂpannya," ucap Hermawan.
BCA memiliki produk fintech. Bekerja sama dengan Kaskus, Sakuku, SMtel dan Telkomsel, BCA menghadirkan sistem pemÂbayaran baru dalam memudahÂkan pengguna Kaskus untuk bertransaksi. ***