Berita

Rudiantara/Net

Bisnis

SP BUMN Strategis: Menkominfo Cari Popularitas, Untungkan Operator Asing

SENIN, 29 AGUSTUS 2016 | 13:33 WIB | LAPORAN:

Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis mengecam rencana Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, melakukan penurunan tarif interkoneksi.

Menkominfo dinilai hanya mau mencari popularitas dengan merugikan negara dan menguntungkan operator asing yang beroperasi di Indonesia.
     
"Penurunan Tarif Interkoneksi oleh Menkominfo tidak menjamin penurunan tarif ke pelanggan, ini hanya langkah mencari popularitas bagi pengguna jasa dan jelas  menguntungkan operator asing dan merugikan negara karena pihak dirugikan adalah BUMN," kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis, Wisnu Adhi Wuryanto, dalam konferensi pers di Bandung, Senin (29/8).
 

 
Menurut Wisnu, selain  proses penurunan  tarif  terkesan terburu-buru, azas kepatutan penandatangan diabaikan tanpa Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

"Mestinya tidak layak seorang PLT Dirjen menandatangani. Isi surat tersebut juga terindikasi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, khusus mengenai penetapan tarif interkoneksi yang seharusnya didasarkan pada Pasal 22 dan 23 PP tersebut," katanya.
 
Apalagi, dalam PP 52/2000 pada Pasal 22 menyebutkan "Kesepakatan interkoneksi antar penyelenggara jaringan telekomunikasi  harus tidak saling merugikan dan dituangkan dalam perjanjian tertulis". Artinya tarif interkoneksi tersebut  merupakan kesepakatan seluruh operator.

Sedangkan di pasal 23 ayat (1) juga dijelaskan "Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui 2 (dua) penyelenggara jaringan atau lebih, dikenakan biaya interkoneksi". Kemudian dilanjutkan di ayat (2) bahwa "Biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati bersama dan adil". Sementara sebagian operator tidak sepakat hasil penetapan pihak Kominfo karena perhitungannya tidak transparan, merugikan, dan tidak adil.

Karena terindikasi melanggar, surat edaran ini potensial dilakukan gugatan ke PTUN atau bila nantinya dikeluarkan melalui Peraturan Menteri, potensial diajukan  Judicial Review ke Mahkamah Agung," imbuhnya.
 
Ditambahkannya, dari sisi besar keuntungan operator asing dan kerugian negara, jika melihat besaran tarif interkoneksi yang ditetapkan Rp 204, sedangkan pada Rapat dengar pendapat antara Komisi I DPR dengan  para CEO operator pada 25 Agustus 2016 lalu dengan Cost Recovery Rp. 65,-/menit, XL akan untung Rp 139/menit, untuk Indosat dengan Recovery Rp. 87/menit akan untung Rp 117/menit, untuk Hutchinson dengan Cost Recovery Rp 120/menit akan jadi untung Rp 84/menit. Khusus untuk Telkomsel dengan Cost Recovery Rp 285/menit akanrugi Rp 81/menit.
 
"Jika traffic interkoneksi antar operator 10 miliar menit per bulan, bisa dihitung berapa keuntungan operator asing tersebut dan kerugian Telkomsel, misal kerugian Telkomsel di sini Rp 800 miliar per bulan," bebernya.
 
Karena itu, lanjut Wisnu, idealnya Kementerian menetapkan tarif  tidak sama rata, tetapi konsisten berbasis biaya masing masing operator.

Melihat indikasi kerugian negara karena Telkomsel adalah anak usaha BUMN dan indikasi memperkaya pihak lain ini, walau kebijakan ini populis, Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis mengkaji dengan serius untuk melaporkan kebijakan ini ke KPK dan BPK. Bahkan mereka akan menggelar demonstrasi di DPR untuk mengadukan kebijakan ini.

Di tempat yang sama, Ketua Umum Serikat Karyawan Telkom Asep Mulyana menyatakan  kebijakan tarif  interkoneksi  Menkominfo memang akan membuat Telkomsel sebagai anak usaha Telkom rugi dua kali yaitu dibayar lebih rendah dari biaya yang seharusnya saat pelanggan Telkomsel dihubungi pelanggan non Telkomsel dan membayar lebih tinggi dari yang seharusnya saat pelanggan Telkomsel menghubungi.

"Serikat Karyawan Telkom menolak kebijakan tersebut dan mendukung apa yang akan dilakukan Federasi Serikat BUMN Strategis," katanya. [ald]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya