Pemerintah diminta harus lebih serius dalam mengelola sumber energi untuk kebutuhan pembangkitlistrik di Natuna.
Ekonom dan peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Fahmi Radhi mengemukakan, dengan model wilayah kepulauan, masing-masing daerah punya potensi energi pembangkit yang berbeda-beda. Di Natuna, ada potensi gas besar yang dapat dipakai untuk sumber pembangkit.
Agar maksimal, perlu dipilih teknologi pembangkit listrik yang tidak memerlukan pengerjaan lama. Salah satu caranya, bisa dibangun mini terminal LNG. Apalagi pemerintah sedang mengembangkan program tol laut dan sektor maritim.
Model mini terminal LNG dinilainya sangat cocok dikembangkan di Indonesia karena sesuai kondisi geografis negara kepulauan. Selain itu, pengembangan mini terminal LNG juga tidak butuh waktu lama. Penggunaan gas juga akan menghemat keuangan negara. Selain mini terminal LNG, juga perlu fasilitas pembangkit terapung.
"Kelebihan fasilitas terapung dapat lebih menjamin dan menjaga kelangsungan supply di saat gempa bumi/banjir sekalipun. Karena dua hal ini juga merupakan kejadian alam yang cukup akrab dengan negara kita," tegas Fahmi.
Asal tahu saja, selain minyak bumi, wilayah Natuna disebut-sebut menyimpan cadangan gas alam terbesar di dunia. Misal Blok Natuna D-Alpha, yang menyimpan cadangan gas dengan volume 222 triliun kaki kubik (TCT). Cadangan itu tidak akan habis hingga 30 tahun mendatang.
Sementara itu, potensi gas yang recoverable di Natuna sebesar 46 tcf (triliun cubic feet) atau setara dengan 8,383 miliar barel minyak.
Jika digabung dengan minyak bumi, terdapat sekitar 500 juta barel cadangan energi hanya di blok tersebut. Jika diuangkan kekayaan gas Natuna mencapai Rp 6.000 triliun alias 3 kali lipat APBN saat ini
.[wid]