Badan Narkotika Nasional (BNN) terus mendalami isi tulisan Haris Azhar soal pengakuan Freddy Budiman. Kemarin, mereka memeriksa eks Kalapas Batu Nusakambangan, Liberty Sitinjak. Pria ini mengaku sempat mau disuap Freddy Rp 10 miliar, tapi dia tolak. Sementara 130 pengacara menyatakan siap membela Haris Azhar dalam kasus ini.
Sitinjak digarap selama 3 jam di gedung BNN. Selesai pemeriksaan sekira pukul 11.30 WIB. Dia mengaku sudah menjawab pertanyaan dari BNN dalam kapasitasnya sebagai Kalapas Batu Nusakambangan saat itu.
Salah satunya, dia mengakui, pernah ditawari uang Rp 10 miliar oleh Freddy Budiman, terpidana mati yang juga menghuni Nusakambangan. "Oh iya, pernah. Kan haknya dia (Freddy) nawarin dan hak saya juga untuk menolak," akunya.
Untuk diketahui, Haris dipolisikan karena memposting hasil wawancara dengan Freddy di Nusakambangan pada tahun 2014 di akun Facebooknya. Tulisan Haris tentang dugaan keterlibatan pejabat penegak hukum dalam bisnis narkoba itu kemudian dianggap mencemarkan nama institusi BNN, TNI, dan Polri.
Ditanya lebih jauh, Sitinjak menolak buka mulut. Menurutnya, hanya BNN dan Menkumham selaku atasannya yang berhak menyampaikannya. "Saya mohon maaf belum bisa memberikan apapun karena saya harus melaporkan ini dulu. BNN yang boleh menjelaskan dan Pak Menteri," jelasnya.
Kepala Humas BNN Kombes Slamet Pribadi membeberkan keterangan Sitinjak. Setidaknya ada enam poin yang disampaikan Sitinjak kepada BNN. Pertama, benar ada oknum BNN yang datang ke Lapas Nusakambangan pada saat hari libur nasional, yakni saat Kenaikan Isa Almasih. "Kalapas tidak berada di kantor, kemudian Kalapas dihubungi oleh petugas jaga bahwa telah datang oknum BNN," kata Slamet di kantor BNN.
Namun, Sitinjak tak ingat siapa yang datang karena sudah dua tahun berlalu. Dia meminta BNN mengecek buku tamu yang tersedia di Lapas Nusakambangan. "Karena di sana tercatat siapa nama yang datang akan bertemu dengan siapa, dan apa keperluannya," ucap Slamet menirukan keterangan Sitinjak yang dirangkum dalam sebuah kertas.
Namun, soal permintaan melepas kamera pengawas dibantah Sitinjak. Yang ada, pemasangan alat tanpa melalui koordinasi. Namun, persoalan itu tak ditanggapi pihaknya.
Pertemuan Haris dan Freddy di Nusakambangan juga disebut bukanlah pertemuan khusus. Saat itu Haris berencana bertemu narapidana lain. "Namun tidak sengaja bertemu Freddy Budiman yang saat itu tengah mengikuti program penyegaran/relaksasi di luar sel. Saat itulah Haris dan Freddy berbincang," jelas Slamet. Dalam percakapan itu, Freddy tidak menyebut nama-nama oknum aparat yang terlibat bisnis narkotika dan diberikan upeti.
Terpisah, Kepala BNN Komjen Budi Waseso mengatakan, institusinya sudah memeriksa sejumlah petugas BNN. Dia berjanji menindak tegas siapa pun anak buahnya yang terbukti terlibat. Hukumannya bisa saja berlapis, secara etik maupun pidana umum. "Pasti kami tindak tegas oknum-oknum itu. Yang melakukan pelanggaran itu. Apalagi dia aparat. Hukumannya lebih daripada orang biasa," ujar Buwas.
Sementara, sekitar 130 pengacara siap membela Haris Azhar yang dipolisikan tiga institusi; BNN, Polri, dan TNI. Kemarin, Ketua Umum Peradi Luhut M. P. Pangaribuan dan Haris Azhar menandatangani surat kuasa di kantor Sekretariat Nasional Peradi di Jalan Wahid Hasyim.
"Haris dengan resmi meminta perhatian dan bantuan hukum kepada DPN (dewan pimpinan nasional) Peradi. Walaupun Haris tidak meminta, Peradi juga tetap memberikan bantuan, perlindungan kepada yang bersangkutan," kata Luhut dalam konferensi pers.
Para pengacara ini membentuk tim kuasa hukum bernama Tim Kahar secara gratis. "Ada 130 advokat yang secara spontan mengatakan ikut memberikan perlindungan manakala ada sesuatu yang berjalan secara tidak baik dan benar terhadap Haris," tutur Luhut.
Sementara, Mabes Polri menginvestigasi di internal Polri terkait 'nyanyian' Freddy itu. "Tim yang sudah ada mencakup perwakilan dari masyarakat luas," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, kemarin.
Korps baju coklat juga melibatkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, anggota Kompolnas Poengky Indarti, akademisi Effendi Ghazali. Polri juga mengkoordinasikan tim dan Inspektorat Pengawasan Umum Polri. Irwasum Polri Komjen Dwi Priyatno ditugaskan memimpin tim independen.
Sementara itu, Haris mengucapkan terima kasih kepada para pengacara yang berniat membantu. Haris berpendapat, saat ini waktu yang pas untuk mengusut tuntas mafia narkoba yang diduga melibatkan aparat hukum. Menurutnya, kalau keterangan Freddy diungkap tahun 2014, informasi itu hanya akan dianggap angin lalu.
Saat itu publik dan aparat penegak hukum tengah sibuk dengan perayaan Pemilu dan Pilpres 2014. Setahun berikutnya, pemerintahan masih bersifat transisi. "Karena itu, setelah semua selesai, ini merupakan waktu yang tepat untuk mengungkap mafia narkoba yang menggurita," tandasnya. ***