Pemerintah tidak akan kompromi dengan kelompok teroris Abu Sayyaf, termasuk membayar tebusan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disadera di Filipina.
Hal itu ditegaskan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto usai mengÂhadiri Rakornas Tim Pengendalian Inflasi Daerah, di Jakarta, kemarin.
Wiranto mengatakan, Indonesia adalah negara besar dan berdaulat. Sehingga, tidak akan bisa dikendalikan oleh siapapun, termasuk oleh kelompok Abu Sayyaf. "Biarkan saja mereka ngomong apa. Jangan sampai kita disetir oleh mereka," kata Wiranto.
Namun demikian, Wiranto menegaskan, pemerintah terus berupaya melakukan operasi pembebasan dengan bekerÂjasama Filipina. Tapi yang jelas, Wiranto kembali menegaskan, pemerintah tidak akan menangÂgapi ancaman yang dilontarkan oleh pihak Abu Sayyaf terkait permintaan tebusan sandera.
"Kita itu negara berdaulat, masa mau disetir sama peramÂpok. Yang penting sekarang operasi pembebasan sandera terus berjalan," ujarnya.
Soal informasi adanya WNI yang sakit, Wiranto mengangÂgap, hal tersebut merupakan tipu daya kelompok Abu Sayyaf agar tebusan segera dibayar.
"Itu tipuan. Mereka sengaja menghembuskan informasi seperti untuk menakut-nakuti pemerintah dan keluarga WNI yang disandera agar memberiÂkan uang tebusan," tuturnya.
Oleh karena itu, Wiranto meminta masyarakat untuk tidak percaya dengan informasi terseÂbut. Apalagi menurutnya, pemerÂintah tidak bisa ditekan dengan cara tersebut oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
"Soal sakit enggak sakit itu kan katanya. Bisa juga itu trik mereka (Abu Sayyaf). Misalkan, kamu diculik atau keluargamu diculik, terus kamu mau percaya sama omongan penculik," kata bekas Panglima ABRI ini.
Namun Wiranto memahami kekhawatiran pihak keluarga yang kerabatnya disandera hingÂga masyarakat luas. Namun, dia meminta agar pemerintah diberi kesempatan untuk bekerja memÂbebaskan sandera.
"Jangan kita heboh tiap hari soal itu. Yang penting sudah ada langkah konkrit seperti membuat kesepakatan dengan Filipina dan Malaysia untuk melakukan operasi, baik di darat maupun di laut," katanya.
Selain itu, pemerintah juga terÂus melakukan upaya pembebasan melalui cara diplomasi yang diÂlakukan oleh Kementerian Luar Negeri.
"Jadi kita tunggu saja. Jangan tiap hari ribut saja. Tenang saja," kata Wiranto.
Di tempat terpisah, Juru biÂcara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Armanatha Natsir mengatakan, pemerintah akan melakukan semua cara untuk menyelamatkan WNI yang disandera di perairan Filipina Selatan, pada 22 Juni lalu.
"Langkah-langkah tersebut dilakukan secara terukur, alias tidak terburu-buru karena banÂyak sekali yang harus dipertimÂbangkan," kata Armanatha.
Pertimbangan utama dalam upaya pembebasan, menurutnya, adalah keselamatan WNI yang disandera. Karena itu, pemerÂintah akan melakukan langkah multitrack strategy.
"Kami melakukan pendekaÂtan ke berbagai pihak denÂgan semua aset yang dimiliki oleh Indonesia, baik itu melalui komunikasi-komunikasi resmi antara pemerintah Indonesia dan Filipina, juga kontak langsung para pihak perusahaan dengan penyandera," tuturnya.
Armanatha menambahkan, pemerintah Indonesia tidak daÂpat secara terbuka memberi tahu kepada media langkah-langkah lebih lanjut, mengingat pihak penyandera akan selalu memoniÂtori media-media Indonesia.
Hal tersebut justru akan menÂgancam nyawa para korban sandera. "Pemerintah berusaha agar perusahaan terkait tidak memberikan uang tebusan keÂpada para penyandera dalam upaya pembebasan korban. Karena meskipun uang tebusan telah diberikan, itu tidak menÂjamin keselamatan para WNI. Dan sampai saat ini kondisi kesepuluh WNI dalam keadaan baik-baik saja," katanya.
Sebelumnya, kelompok Al Habsyi Misaya, salah satu faksi bersenjata Filipina, Abu Sayyaf, mengancam akan membunuh empat ABK kapal tunda Charles, jika tuntutan uang tebusan mereka tidak dipenuhi perusahaan. ***