(Teruntuk Petani Teluk Jambe)
RAKYAT harus hidup di mana, jika di atas tanah air mereka, sudah dikuasai para Cukong, tanpa sepengetahuannya.
Dan mereka harus menjerit, lari terbirit-birit, karena dikejar-kejar aparat negara yang membabi buta mengusir mereka, dari tanah garapannya, dari tempat tinggalnya, dari sumber kehidupannya.
Mereka harus mengadu dan berlindung ke mana, jika aparat negara dan para penguasa sudah menjadi pesuruh para Cukong yang menjarah tanah airnya.
Cakrawala hitam kelam, rakyat terdiam, membisu dalam kegelapan.
Wahai bulan dan bintang, di atas bumi ini kini tiada lagi terdengar merdunya nyanyian Rayuan Pulau Kelapa, tiada lagi getaran hati mendengar Padamu Negeri, tiada lagi terdengar sahdunya lagu Satu Nusa Satu Bangsa,
Yang tersisa hanyalah pesta pora para Cukong, mabuk penuh kegembiraan, meminum anggur merah air mata darah rakyat, yang terus menetes karena jiwanya tersayat penderitaan hidup yang teramat berat.
Dalam mabuk beratnya, para Cukong berteriak seperti Sinyo kesurupan, hai kamu anjing dan orang miskin, kamu orang dilarang mengganggu keinginan kami, karena kamilah pemilik negeri ini, kalian adalah manusia terkutuk yang harus disingkirkan, seperti kotoran.
Wahai Ibu Pertiwi, maafkanlah kami, jika kami kurang berbakti, kami telah muak, karena dasar dan tujuan kita bernegara, yang wajib melindungi segenap bangsa, sudah diobrak abrik para Cukong yang sekarang telah menjadi berhala yang disembah para pengikutnya.
Kekuasaan telah menjadikan mereka buta dan tuli, kerjaan utamanya hanya berdandan merias diri, untuk menutupi wajah kotor yang pelan-pelan mulai kelihatan.
Bau busuk persengkokolan jahat dengan para Cukong untuk menjarah hak hidup rakyat pun mulai menyebar menyengat ke mana-mana.
Konon kabarnya ini negeri Trisakti dan Nawacita, yang dipimpin orang-orang suci tanpa cela, tetapi mengapa rakyat diusir dari tanah airnya.
Konon kabarnya ini negeri yang dipimpin orang-orang sakti titisan para Dewa, dengan Trisakti dan Nawacita sebagai senjata sakti, mengguncangkan seluruh negeri, tetapi mengapa rakyat disingkirkan dari tanah airnya dengan cara hina dina.
Tuan-tuan,
Kami hanya ingin sekedar hidup, bagilah kami sejengkal tanah, agar kami bisa tanam singkong dan padi, agar kami bisa makan, dalam selimut kedamaian, bukankah kami tidak pernah mengganggu kekuasaan yang kalian jaga mati-matian.
Tuan, jangan usik kami, kalau Tuan tidak sanggup memenuhi janji, karena kami sudah tidak peduli.
Tapi Tuan, jangan sampai Tuan menjadikan kami frustasi hidup di negeri sendiri, karena demi martabat hidup, kami tidak pernah kehilangan nyali dan tak takut mati, ingat Tuan, penderitaan ini pada saat nya nanti akan menjadi bara api, yang menyala berkobar-kobar, membumihanguskan kekuasaan Tuan, seperti Alengka dibakar oleh Hanoman.
[***]Bumi dan Laut Swarna Dwipa,
2 Agustus 2016
Agus JaboKetua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD)